Apakah anda orang yang mengatakan bahwa berjihad menegakkan Syari’ah
Islam dan khilafah Islamiyah di bumi Allah adalah tindakan Terorisme ?
Jika demikian, berarti anda belum mengerti tentang jihad Islami yang
merupakan mukjizat Allah SWT.
Jihad adalah usaha serius untuk
membumikan wahyu Allah di muka bumi sehingga tidak ada lagi kezaliman
dan fitnah terhadap Islam dan ummatnya. Renungkan firman Allah dalam QS
Al Baqarah 2:193 dan QS Al Anfal 8:39.
Dan perangilah mereka itu,
sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya
semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka
tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
(QS. Al Baqarah 2:193)
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada
fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka
berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang
mereka kerjakan. (QS. Al Anfal 8:39)
Fitnah adalah kezaliman dan
sifatnya lebih kejam dari pembunuhan, karenanya “Allah mengharamkan
kezaliman sampai datangnya hari qiyamat.” (HR Muslim)
Allah SWT.
memerintahkan kepada Rasulullah SAW. dan ummatnya agar terus memerangi
orang kafir dan zalim yang selalu menimbulkan fitnah kepada Islam dan
ummatnya. Al Qur’an mengingatkan:
“Wahai Nabi berjihadlah melawan
orang-orang kafir dan munafiqien itu dan bersikap keraslah terhadap
mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam. Dan itulah seburuk-buruk
tempat kembali.” (QS. At Taubah 9:73 dan QS 66:9)
Terorisme dan Ketidakadilan Global
Masalah
yang jarang disentuh oleh media massa ketika mengangkat isu terorisme
adalah ketidakadilan global. Padahal faktor ketidakadilan global menjadi
salah satu pemicu serangan terhadab barat atau objek-objek yang
dianggap berhubungan dengan barat. Penjajahan yang dilakukan barat di
dunia Islam, termasuk dukungan membabi buta barat terhadap penjajahan
zionis Israel di Palestina, merupakan cerminan dari ketidakadilan itu.
Ketika
9 orang terbunuh akibat pengeboman di hotel JW Marriot dan
Ritz-Carlton, banyak orang yang mengecam aksi tersebut. Sikap yang sama
seharusnya muncul ketika ratusan ribu umat Islam terbunuh pasca invasi
AS di Iraq. Mengutip laporan yang dimuat Jurnal Lancet, lebih dari 650
ribu warga sipil Iraq tewas sejak invasi AS pada tahun 2003 dan jumlah
itu tentu saja terus saja bertambah hingga kini.
Amerika serikat
dimaklumi marah saat gedung WTC diserang yang menyebabkan sekitar 3000
orang terbunuh. Sebaliknya, tentu bisa dimaklumi juga umat Islam marah
ketika pasukan Amerika terus menerus membunuh rakyat sipil di
Afghanistan dan Pakistan. PBB mengatakan jumlah penduduk sipil yang
tewas di Afghanistan tahun ini meningkat 24 % dibandingkan periode yang
sama tahun lalu. Laporan PBB menyebutkan lebih dari 1.000 orang tewas
dalam enam bulan pertama tahun ini. Jumlah korban serangan AS terhadap
rakyat sipil di perbatasan Pakistan-Afghanistan pun terus meningkat.
Bandingkan
pula sikap dunia barat ketika Israel menyerang Gaza. Angka korban
serangan Israel ke jalur Gaza sejak 27 desember 2008 hingga 18 januari
2009 malah mencapai 1313 atau rata-rata 59 orang tewas perhari atau
setiap jam lebih 2 orang tewas. Tidak hanya itu, Israel juga mengakui
menggunakan senjata kimia yang mengerikan, yakni fosfor putih. Belum
lagi yang terbunuh akibat isolasi jalur Gaza oleh Israel. Alih-alih
mengecam Israel, Amerika, Inggris dan sekutunya malah membela Israel.
Untuk kasus Indonesia, ketidakadilan itu juga tampak dari sikap yang
diskriminatif terhadap pembunuhan umat Islam di Ambon, Poso, atau
kerusuhan di Sampit.
Berkaitan dengan pengeboman pada juli 2005
di London, pemerintahan Inggris memberikan peringatan bahwa keterlibatan
dalam invasi AS ke Iraq telah meningkatkan adanya ancaman serangan
balasan terhadap Inggris. Laporan yang bocor dari Joint Terrorims Center
(JTAC) Inggris, yang mendahului serangan tersebut, memperingatkan:
“peristiwa-peristiwa yang terjadi di Iraq semakin menjadi motivasi dan
fokus sejumlah teroris berkaitan dengan aktivitas di Inggris.”
Pada
april 2005, sebuah laporan yang ditulis oleh Joint Intelligence
Committee (JIC) berjudul “International Terrorism Impact of Iraq” bahkan
lebih eksplisit menyatakan: “kami menilai bahwa konflik yang terjadi di
Iraq telah memperburuk ancaman terorisme internasional dan akan terus
memberikan dampak dalam jangka waktu yang lama. Konflik tersebut telah
memperkuat kegigihan para teroris yang telah melakukan serangan ke
negara-negara barat dan memotivasi orang-oran lain yang tidak
melakukannya.”
Seharusnya siapapun yang menginginkan kekerasan
global dihentikan, juga harus dengan tegas meminta AS dan negara-negara
imperialis lainnya menghentikan kebijakan yang eksploitatif dan
diskriminatif terhadap dunia Islam. Masyarakat barat sendiri seharusnya
meminta penguasa mereka agar menarik tentara negaranya dari Iraq,
Afghanistan, dan negeri Islam lainnya. Termasuk menghentikan dukungan
membabi buta terhadap Israel.
Bagi umat Islam, ketidakadilan
global ini harus dihentikan. Berharap pada negara-negara imperialis
untuk menghentikan kejahatan mereka sangatlah sulit. Karena selama barat
masih mengadopsi ideologi kapitalisme, penjajahan akan menjadi metode
baku yang tidak berubah. Tidak ada pilihan lagi, kecuali umat Islam
bersatu membangun kekuatan global khilafah Islam yang akan melindungi
umat Islam dari bulan-bulanan negara imperialis..
Isu Terorisme & Serangan Terhadap Islam
Sebenarnya
isu memerangi terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya
adalah perang melawan Islam dan kaum Muslimin. Musuh-musuh Islam mencoba
membidik Islam dan kaum Muslimin di balik isu terorisme. Mereka takut
dengan bangkitnya kaum muslimin. Dengan demikian mereka berusaha sekuat
tenaga dan dengan berbagai macam cara untuk menghancurkan kebangkitan
kaum Muslimin, salah satunya dengan melancarkan perang melawan
terorisme.
Saat ini umat Islam menjadi tertuduh dan semua
ketakutan dengan segala hal tentang Islam, karena selalu dikait-kaitkan
dengan isu terorisme. Para pelajar, aktivis Islam dan semisalnya menjadi
resah. Mereka khawatir dituduh dan dianggap sebagai sarang dan penyedia
serta membantu aktivitas terorisme.
Gerakan-gerakan dakwah pun
dicurigai meskipun gerakan dakwah itu terbuka dan tak ada sangkut
pautnya dengan teroris. Beberapa orang pun mengawasi ketat anak
remajanya yang mau berangkat mengaji. Padahal hal itu tak pernah terjadi
sebelumnya. Mereka menanyakan ngajinya sama siapa, tempatnya di mana,
dan segala macam secara berulang-ulang.
Bahkan di sebuah wilayah,
beberapa orang yang hendak melakukan khuruj (aktivitas yang rutin
dilakukan oleh Jama’ah Tabligh) di sebuah masjid, ditolak warga setempat
pasca pengeboman di hotel JW Marriott dan Ritz Carlton. Warga setempat
tak mau daerahnya dijadikan tujuan orang luar. Mereka takut orang-orang
tersebut terlibat terorisme.
Sikap paranoid ini muncul belakangan
di beberapa daerah. Ini terjadi setelah televisi dengan sangat gencar
menyebarkan berita terorisme sejak penyerbuan di Temanggung, Jawa
Tengah. Bukannya obyektif, pemberitaan di media massa cenderung
menstigmatisasi negatif Islam dan kaum muslimin.
Belum jelas
benar siapa pelakunya, media massa langsung menyorot pesantren.
Pesantren dianggap mengajarkan jihad dan ini menjadi inspirasi para
teroris. Media massa pun sibuk mencari latar belakang orang-orang yang
diduga teroris dengan melakukan interogasi dan inkuisisi terhadap
almamater, keluarga, dan para tetangga.
Tampa disaring, berita isu langsung disiarkan. Padahal tidak semua sumber berita yang didapatkannya layak disiarkan.
Hal
yang sama tidak pernah dilakukan terhadap para koruptor. Adakah media
massa yang pernah mengaitkan koruptor dengan almamaternya? Kemudian
menyatakan bahwa unversitas X telah mengajarkan korupsi? Atau mencari
guru dan dosennya karena dianggap sebagai inspirasi untuk korupsi?
Sikap
media ini tidak lepas dari upaya pihak-pihak tertentu untuk menjadikan
media sebagai corong dalam menyerang Islam dan kaum muslimin. Lihat saja
bagaimana media massa seolah jadi ‘orang bodoh’ dan menurut saja dengan
arahan sumber-sumber mereka. Sikap kritis mereka hilang. Bahkan untuk
mencari alternatif narasumber lagi. Sampai-sampai ketika sumber-sumber
berita mereka memberitakan berita yang salah pun, ditelan mentah-mentah.
Perhatikan ketika penyerangan di Temanggung terjadi, dalam siaran
langsungnya, mereka seperti koor menyanyikan lagu bahwa teroris yang
terbunuh adalah gembong teroris Noordin M Top. Ternyata bukan.
Telah
terjadi trial by the press (pengadilan oleh meda massa), yang dampaknya
jauh lebih kejam. Media pun tergiring oleh frame berpikir musuh-musuh
Islam yang menggeneralisasi para teroris dengan Islam. Isu memerangi
terorisme yang dilancarkan Amerika dan sekutu-sekutunya disebarluaskan
dan dikerjakan oleh media massa yang pada hakikatnya untuk menghilangkan
kebangkitan Islam.
Ironisnya, media massa seolah maklum saja
dengan tindakan brutal Amerika dan sekutunya menebar bom dan kematian di
mana-mana. Media massa tidak pernah menyebut mereka sebagai teroris,
meski korban tewas jauh lebih banyak dan massif.
Media memang
telah menjadi alat bagi kapitalisme global dalam mempertahankan
hegemoninya. Di era informasi dimana kemenangan ditentukan oleh penguasa
sumber-sumber informasi, media massa adalah salah satu pilar
kapitalisme.
Barat paham betul bahwa Islam adalah musuh
berikutnya setelah komunisme runtuh. Islam adalah ancaman. Karenanya,
kebangkitan Islam mesti dihalang-halangi. Caranya bisa melalui hard dan
soft power. Untuk itu barat dan antek-anteknya mendekonstruksi persepsi
masyarakat terhadap Islam untuk melahirkan sikap moderat bahkan liberal.
Mereka tidak mau Islam tampil apa adanya sesuai Al Quran dan As Sunnah.
Sikap moderat dan liberal ini dianggap pas dengan hegemoni dan
determinasi barat.
Sangat tidak mengherankan bila di tengah isu
terorisme yang sedang hangat sekarang tiba-tiba muncul pernyataan
beberapa tokoh yang mencoba menggeneralisasi bahwa terorisme itu adalah
keinginan menerapkan syariah Islam dalam Daulah Islam. Mereka mencoba
menebar ‘pukat harimau’ untuk menjaring aktivis pergerakan Islam.
Mereka
sepertinya tutup mata-atau memang sengaja terhadap fakta bahwa tidak
semua gerakan yang memperjuangkan syariah Islam dan khilafah setuju
dengan aksi terorisme. Modus mereka ini sama dan sebangun dengan gaya
Amerika dan barat umumnya melihat Islam pasca tragedi WTC pada September
2001.
Tak mengherankan bila banyak pihak yang menganalisis bahwa
aksi-aksi terorisme di Indonesia ini sengaja dimainkan oleh pihak
asing. Tujuannya adalah melemahkan umat Islam Indonesia sehingga Islam
tidak bisa bangkit menjadi sebuah kekuatan yang besar di negeri
berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.
Oleh karena itu perlu
waspada terhadap segala tipu daya musuh-musih Islam tersebut. Para
pengembang dakwah harus terus istiqomah mendakwahkan Islam dan
mengembalikan kejayaan Islam dengan metode dakwah yang dicontohkan oleh
Rosulullah SAW.
Siapa Teroris Sebenarnya ? Sadarlah Wahai Kaum Muslimin…!
Jadi,
siapakah terorisme yang sebenarnya ? Kalau kita mau meneliti sejarah,
maka terlalu banyak dan panjang catatan peristiwa sejarah Amerika yang
dapat membuktikan bahwa Amerika adalah teroris sejati. Amerika dengan
dukungan sekutunya NATO, berhasil menekan PBB untuk mengembargo Irak.
Jika
definisi teror adalah membunuh rakyat sipil yang tak berdosa;
anak-anak, wanita dan orang tua, maka mereka atau Amerika adalah teroris
paling pertama, teratas dan terjahat yang dikenal oleh sejarah umat
manusia. Mereka telah membantai jutaan rakyat sipil tak berdosa di
seluruh dunia; Jepang, Vietnam, Afghanistan, Iraq, Palestina, Chechnya,
Indonesia dan banyak negara lainnya.
Jika definisi teror adalah
membom tempat-tempat dan kepentingan-kepentingan umum, mereka adalah
pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang mengajarkan, memulai dan
menekuni hal itu.
Jika definisi teror adalah menebarkan ketakutan
demi meraih kepentingan politik, maka merekalah yang pertama, teratas
dan terjahat yang melakukan hal itu di seluruh penjuru dunia.
Jika
definisi teror adalah pembunuhan misterius terhadap lawan politik, maka
mereka adalah pihak pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal
itu.
Jika definisi mendukung teroris adalah membiayai, melatih
dan memberi perlindungan kepada para pelaku kejahatan, maka mereka
adalah pihak yang pertama, teratas dan terjahat yang melakukan hal itu.
Mereka bisa berada di balik berbagai kudeta di seluruh penjuru dunia.
Aliansi Utara di Afghanistan, John Garang di Sudan, Israel di bumi Islam
Palestina, Serbia dan Kroasia di bekas negara Yugoslavia, dan banyak
contoh lainnya merupakan bukti konkrit tak terbantahkan bahwa The Real
Terrorist adalah Amerika dan sekutu-sekutunya!
Dengan demikian,
setelah ummat mengetahui rencana apa di balik isu terorisme, siapa
teroris sebenarnya, maka mereka juga harus tetap sabar, tawakal, dan
yakin bahwa Islam pasti menang. Hal ini sebagaimana janji Allah SWT
dalam firmanNya :
“Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan
membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar (Islam) untuk
dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak
menyukai.” (QS At Taubah, 9 : 33 & QS Ash Shaff, 61 : 9)
Wallahu’alam bis Showab!
*
Artikel ini merupakan ringkasan dari Khutbah Ust. Abu Muhammad Jibriel
(Wakil Amir Majelis Mujahidin) pada Bulan Syawwal di beberapa Masjid di
Jakarta.