Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inspirasi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 April 2016

Kairo, 6 Rajab 1437/14 April 2016  –  Siapa yang tidak kenal Musa? Hampir dipastikan para remaja Indonesia sudah mengenal Musa, seorang Hafidz cilik yang sangat luar biasa. Bagaimana bisa, saat itu, di usia 5,5 tahun saja dia sudah hafal al-Quran 29 juz hingga menjuarai Hafidz Indonesia pada tahun 2014. Tahun ini, 2016, Musa yang sudah hafal 30 Juz, juga pernah mengikuti lomba hafidz internasional beberapa waktu lalu di Jeddah, hari ini di usianya yang sudah menginjak 7 tahun tersebut ia menjadi juara tiga pada Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir, pada 10-14 April 2016, Masya Allah, mumtaz, keren abis deh!!! 

Musa La Ode Abu Hanafi, berusia 7 tahun 10 bulan tersebut menjadi satu-satunya utusan Indonesia yang ditunjuk pemerintah melalui Kemenag, untuk memenuhi undangan Kementerian Wakaf Mesir untuk mengikuti MHQ Internasional. Ia mengikuti lomba didampingi oleh orang tuanya, La Ode Abu Hanafi. 

Jumlah peserta MHQ Internasional Sharm El-Sheikh untuk semua cabang mencapai 80 orang yang terdiri dari 60 negara antara lain Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, Ukraina, dan Indonesia serta negara-negara lainnya.

Dalam hal ini, Musa merupakan utusan Indonesia satu-satunya yang berpartisipasi pada perlombaan tersebut, yaitu meraih juara ketiga dalam ajang lomba penghafal Al-Quran dunia itu, seperti dikutip dari keterangan pers KBRI Kairo.

Musa mengikuti lomba cabang Hifz Al-Quran 30 juz untuk golongan anak-anak, dan merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba, karena peserta lainnya berusia di atas sepuluh tahun.

Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta Indonesia yang mendorong jurnalis Kantor Berita MENA mewawancarai Musa dan orang tuanya pada hari pertama kedatangan mereka, sebelum bertanding. Pada keesokan harinya hasil wawancara tersebut sudah dimuat di sejumlah media Mesir dengan judul: Indonesia Berpartisipasi pada MTQ Internasional Sharm El-Sheikh dengan Peserta Paling Kecil.

Seperti peserta lomba cabang Hifzil Quran golongan anak-anak lainnya, Musa diminta untuk menuntaskan enam soal, yang berhasil dilalui Musa dengan tenang, tanpa ada salah maupun lupa. Hal itu berbeda dengan para peserta lomba lainnya yang rata-rata mengalami lupa, bahkan diingatkan dan dibetulkan oleh dewan juri.

Lancarnya bacaan dan ketenangan Musa dalam membawakan ayat-ayat Al-Quran yang ditanyakan membuat Ketua Dewan Juri Sheikh Helmy Gamal, Wakil Ketua Persatuan Quraa Mesir dan sejumlah hadirin meneteskan air mata.

Decak kagum terhadap penampilan Hafiz Cilik Indonesia tidak hanya ditunjukkan oleh dewan juri dan para hadirin. Para peserta yang menjadi saingan Musa pun menunjukkan decak kagum kepada utusan Indonesia tersebut.

Setelah tampil, Musa langsung diserbu oleh oleh para hadirin untuk berfoto dan mencium kepalanya sebagai bentuk takzim sesuai budaya masyarakat Arab. Tak mau ketinggalan, Dewan Juri dan panitia dari Kementerian Wakaf Mesir ikut pula meminta Musa untuk berfoto dengan mereka.

Hal itu tidak mereka lakukan terhadap peserta MTQ lainnya. Meskipun karena usianya yang masih kecil dan lidahnya yang masih cadel dan belum bisa mengucapkan hurup “R” Musa dinilai telah menjadi juara di hati dewan juri dan para hadirin, meskipun secara tertulis dia hanya memperoleh juara tiga.

Hal itu karena menurut Syeikh Helmy Gamal bacaan Al-Quran diatur dengan kaedah dan hukum yang jelas dan tidak bisa dikesampingkan antara lain terkait makharijul huruf.

Pada acara penutupan, Menteri Wakaf Mesir Prof. Dr. Mohamed Mochtar Gomaa memanggil Musa dan Abu Hanafi secara khusus. Pada kesempatan tersebut Menteri Gomaa atas nama Pemerintah Mesir mengundang Musa dan Hanafi pada peringatan Malam Lailatul Qadar yang diadakan pada Ramadan mendatang. Disebutkan bahwa Presiden Mesir akan memberikan penghargaan secara langsung kepada Musa.

Pemerintah Mesir akan menanggung biaya tiket dan akomodasi selama mereka berada di Mesir. Menteri Gomaa menyampaikan takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa Arab, tapi menghapal Al-Quran dengan sempurna.

Lauti Nia Sutedja, Koordinator Fungsi Pensosbud KBRI Kairo menuturkan, “Delegasi cilik Indonesia, Musa, telah berhasil meningkatkan kecintaan bangsa lain terhadap Indonesia. Banyak peserta yang menyebutnya sebagai mukjizat. Alhamdulillah, staf kami telah berhasil merekam penampilan Musa secara utuh. Dalam waktu dekat akan kita turunkan pada laman resmi KBRI di situs jejaring Facebook dan Youtube agar dapat disaksikan oleh masyarakat di tanah air.”

Sementara Meri Binsar Simorangkir, KUAI KBRI Kairo menyatakan bangga bahwa Musa yang masih kecil telah berhasil mengharumkan nama Indonesia melalui Al-Quran. Menurutnya, KBRI Kairo dalam hal ini sangat mendukung upaya Musa dalam meraih prestasinya, karena ia membawa nama Indonesia.​ 

Begitulah, Indonesia ternyata memiliki generasi-generasi hebat yang menorehkan sejuta prestasi mulia di tingkat dunia. Bukan sekedar prestasi tapi dengan jalan maksiyat seperti mengumbar aurat dan melupakan Allah, tetapi prestasi taqwa, insya Allah mulia di sisi Allah Swt. Yups, tahukah kamu, Musa, ternyata merupakan anak yang berhasil dicetak melalui pendidikan tanpa sekolahan lho. Ia dididik oleh orang tuanya langsung melalui sekolah rumahan. Ayahnya pula yang telah menjadikan ia menjadi hafidz dengan berkah dari Allah Swt. 

Bagaimana dengan anak-anak Indonesia lainnya yang dididik di jalur sekolahan umum, saat sistem yang diterapkan sekuler? Sobat remaja semua bisa melihat hasilnya: yang jelas banyak berita kurang baik, banyak masalah, seperti remaja merokok, pacaran, doyan maen game atau PS, konser musik, hura-hura dan perilaku yang mengkhawatirkan lainnya. 

Untuk itulah, sudah semestinya, para remaja dan orang tua mendampingin anak-anak mereka untuk terbina kepribadiannya dengan Islam agar terlahir pribadi yang mulia seperti Musa. Insya Allah, dengan menyemarakkan pembinaan-pembinaan remaja serta kajian-kajian Islam di kalangan mereka akan melahirkan generasi-generasi hebat masa depan. Insya Allah. [kir-lds/vm/mina]


Read More

Yuk Wujudkan #IslamRahmatanLilAlamin

Kita meyakini bahwa turunnya Rasulullah Muhammad adalah Rahmat bagi semesta alam, kasih sayang bagi semua yang ada di alam semesta ini, tak terkecuali hewan dan tumbuhannya terutama manusianya

Setidaknya begitulah yang ditegaskan Allah di dalam Al-Qur'an. Bahwa ketika Rasulullah Muhammad datang dengan Al-Qur'an yang menjadi mukjizat agama Islam. maka penerapan Islam inilah yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam

Bahasa akrabnya, #IslamRahmatanLilAlamin

Islam Rahmatan Lil 'Alamin hanya bisa terjadi dan terwujud, dirasakan oleh semua yang hidup apabila Islam diterapkan dalam bentuk totalnya, diberlakukan syariat sepenuhnya, barulah kasih sayang akan merata, hidup manusia pasti sejahtera

Namun yang kita lihat sekarang justru sebaliknya, adanya Muslim tidak berarti Islam juga mewujud, karena Islam adalah seperangkat syariat Allah. Bila syariat itu tidak diterapkan sepenuhnya, bagaimana Islam bisa terwujud sepenuhnya?

Perangkat Islam bukan hanya akhlak, tapi juga menyangkut ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, keamanan, kesejahteraan sosial, moneter dan finansial, hukum dan sanksi, semuanya. Kaafah.

Bila sekarang, kita-kita yang Muslim belum menunjukkan apa yang Rasulullah tunjukkan, yaitu Rahmat bagi semesta alam, maka sudah sepantasnya kita meneladani Rasulullah, yaitu menerapkan syariah Allah sepenuhnya bagi individu, jama'ah, dan negara

InsyaAllah dengan itu akan mewujud betulan, #IslamRahmatanLilAlamin

Like dan share status akun "Islam Rahmatan Lil 'Alamin" atau @IslamRahmatanID di Instagram :D
Read More

Rabu, 16 Maret 2016

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam.
Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solusi berupa dilakukannya program-program pencegahan dalam bentuk pendidikan, pencerahan dan pembinaan akhlak/budi pekerti. Menurut lembaga ini, cara terbaik pemberantasan HIV/AIDS adalah melalui penanaman nilai-nilai agama, keimanan dan ketaqwaan di kalangan masyarakat khususnya remaja. (kompas.com, 28/6/2012).
Yang menjadi persoalan, benarkah pacaran ‘sehat’ mampu menanggulangi pergaulan bebas remaja?  Di samping itu, ketika penanaman nilai-nilai agama di kalangan remaja digalakkan, sejauh mana efektifitasnya untuk mencegah mereka dari pergaulan bebas?  Dan bagaimana sebenarnya mengatur perilaku remaja agar terhindar dari penyakit sosial yang akan menyengsarakan kehidupan mereka dan masyarakat tersebut?  Tulisan berikut menggambarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menyelesaikan problem pergaulan bebas di kalangan remaja sehingga apa yang dikhawatirkan dari generasi masa kini dapat diatasi.
Kerusakan Akibat Gaul Bebas
Tidak bisa dipungkiri, tingginya angka penderita HIV/AIDS dan kehamilan tak dikehendaki di kalangan remaja sejatinya diakibatkan oleh maraknya pergaulan bebas.  Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bila tahun-tahun sebelumnya penyebab utama HIV/AIDS adalah narkoba suntik, sekarang ini telah bergeser ke perilaku seks bebas dengan proporsi sekitar 55 persen.  Padahal, diketahui bahwa pelaku seks bebas sebagiannya adalah remaja (muda-mudi).  Survey yang pernah dilakukan menyebutkan separuh gadis di Jabodetabek tak perawan lagi.  Sedangkan di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (BKKN. go. id , 2010).
Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan.  Namun, haruslah dipahami bahwa bencana yang menimpa remaja di negeri ini bukanlah tanpa sebab manusia.  Sebab Allah SWT berfirman dalam Surat Ar Ruum yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS. Ar Ruum [30]
Berdasarkan petunjuk ayat di atas, pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja tentu akan menimbulkan kerusakan bagi masyarakat -karena melanggar aturan Allah SWT.  Dan kini, terbuktilah hal tersebut dari tingginya angka HIV/AIDS dan angka kematian ibu dan janin akibat aborsi dan penyakit menular tersebut.  Dengan demikian, nyatalah apa yang seharusnya menjadi fokus bagi penyelesaian persoalan ini, yaitu mencegah pergaulan (seks) bebas di kalangan muda-mudi.
Atas dasar itu pula maka tawaran solusi apapun yang tidak mengarah pada upaya mencegah pergaulan bebas pantas untuk ditolak.  Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah upaya mencegah pergaulan bebas secara mendasar dan komprehensif sehingga bisa berdampak secara luas dan langgeng.
Dalam sistem kehidupan sekuler liberal saat ini, kebebasan berperilaku begitu diagung-agungkan.  Negara pun kehilangan nyali mengatur warga negaranya karena momok demokrasi yang mengharuskan untuk mengakomodir semua kepentingan dan kelompok, termasuk kelompok para kapitalis dan liberalis.  Akibatnya, benar dan salah menjadi kabur, halal-haram tak dapat jelas dibedakan.  Sistem seperti ini pun telah menyeret ‘orang baik’ untuk berbuat maksiyat dan pelaku maksiyat semakin kuat.
Di sisi lain, tindakan gaul bebas sebenarnya tak bisa dilepaskan dari banyaknya rangsangan seksual.  Sebab, sebagai manifestasi dari naluri manusia, kecenderungan kepada lawan jenis pada umumnya muncul apabila ada rangsangan.  Sebaliknya, bila tidak ada rangsangan maka dorongan seksual kepada lawan jenis tidak muncul.  Banyaknya sarana yang merangsang munculnya naluri seksual memang tak bisa dilepaskan dari sistem sekuler liberal yang saat ini diterapkan.  Dengan paradigma ini, maka yang perlu dilakukan tentu bukan saja membentengi individu dengan pemahaman yang benar melalui penanaman nilai-nilai agama saja.  Namun, diperlukan pula upaya lain untuk mencegah munculnya rangsangan bagi kecenderungan kepada lawan jenis.
Mengatasi Gaul Bebas
Penanaman nilai-nilai Islam tentu menjadi syarat utama untuk menumbuhkan sikap imun (kebal) terhadap semua bentuk serangan kemaksiyatan.  Dengan pembinaan akidah dan hukum-hukum Islam, diharapkan para remaja mampu mengatur perilakunya sehingga tidak terjerus pada pergaulan bebas.
Meski demikian, dalam pembinaan kepada remaja khususnya, haruslah diwaspadai bentuk-bentuk promosi yang tidak mengacu pada pendekatan ideologi Islam.  Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mencanangkan program pendidikan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) yang konon juga berfungsi memberi pembinaan kepada remaja agar mampu melindungi organ reproduksinya dan bertanggung jawab atas perilaku seksualnya.  Namun, bagaimana hasilnya?  Banyak kalangan menyangsikan efektifitas program ini.  Itu karena pembinaan yang dilakukan masih berpijak pada ideologi sekuler -sang biang masalah masyarakat.  Akibatnya, banyak disalah gunakan.  Jadi, tidak sembarang pembinaan mampu mengarahkan perilaku remaja.  Hanya pembinaan yang berbasis akidah Islam saja yang diyakini memberi kontribusi positif bagi pembentukan kepribadian remaja.
Di sisi lain, ada pula persoalan penting lainnya dari sekedar pembinaan agama, yaitu tindakan meminimalisir semua bentuk rangsangan.  Sebab, betapa banyak muda mudi yang sebenarnya mengetahui bahaya bahkan dosa di hadapan Allah SWT akibat gaul bebas, namun ternyata mereka terjerumus juga.  Itu terjadi karena derasnya arus rangsangan di lingkungan sekitarnya sehingga mereka tidak kuasa menolak dan menahan gejolak jiwa yang mulai terpengaruh.  Oleh karena itu, persoalan mencegah munculnya rangsangan harus menjadi perhatian semua pihak.
Yang jamak terjadi, rangsangan seksual biasanya berupa tindakan pornografi dan pornoaksi yang bertebaran di masyarakat.  Di antara bentuk pornografi seperti tayangan televisi yang menyuguhkan pergaulan bebas muda mudi, bertaburnya sinetron yang kelihatannya Islami, namun berselubung propaganda pacaran, dan lain-lain.  Demikian pula dengan menjamurnya media bacaan porno baik cetak maupun melalui internet.  Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk memblokir berbagai situs porno belum sepenuhnya berhasil mengendalikan  tayangan porno di media online bahkan cetak.
Sedangkan tindakan pornoaksi seperti panggung hiburan bertabur goyang erotis dan campur baur antara laki-laki dan perempuan tentu dapat merangsang naluri seksual.  Tak ketinggalan, sekolah yang menjadi benteng pembinaan remaja secara masal pun tak luput dari berbagai hal yang memunculkan rangsangan.  Tak banyak yang memasalahkan pornoaksi di sekolah, padahal tidak sedikit contohnya.  Diantaranya, budaya sekolah yang cenderung membiarkan tindakan pacaran – kalaupun ada sanksi hanya untuk yang sudah hamil (di luar nikah).  Demikian pula dengan budaya campur baur dan membiarkan siswi perempuan bertabarruj dan mengenakan pakaian tidak syar’i.
Secara umum, mencegah munculnya rangsangan seksual memerlukan upaya dari individu, kontrol masyarakat dan peran negara.  Tiap individu terutama remaja dan kaum muda harus memelihara diri dengan ketakwaan yang mendalam kepada Rabb-nya.  Tatkala seorang muslim telah memiliki sifat takwa, pasti ia akan takut terhadap azab Allah SWT, akan mendambakan surga-Nya, sekaligus sangat ingin meraih keridhaan-Nya. Ketakwaannya itu akan memalingkannya dari perbuatan yang mungkar dan menghalanginya dari kemaksiatan kepada Allah SWT.  Hal itu karena ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT (QS. Al-Hujurat [49]: 18).
Dengan landasan takwa ini mereka juga akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap syariat Islam sehingga mampu menolak rusaknya tata pergaulan di masyarakat.  Ia akan takut melakukan maksiyat terlebih zina yang merupakan dosa besar (QS. Al Isra [17] : 32).  Dengan kesadaran ini sesungguhnya secara tidak langsung ia telah mengurangi media rangsangan itu sendiri.
Orang tua (keluarga) juga mampu berperan penting menumbuhkan kesadaran individu remaja.  Mereka mampu memberikan bimbingan agama, perhatian dan kasih sayang yang cukup, teladan yang menggugah, dan kontrol yang efektif.
Dorongan dari individu akan lebih efektif lagi bila terwujud dalam bentuk kesadaran untuk beramar makruf nahi munkar terhadap segala bentuk kemunkaran yang ada.  Mereka bukan saja membentengi diri bahkan juga pro aktif melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitarnya.
Kontrol masyarakat sangat diperlukan disamping untuk menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu juga mencegah menjamurnya berbagai rangsangan di lingkungan masyarakat.  Jika masyarakat mampu beramar makruf nahi munkar, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemunkaran, pornoaksi dan pornografi, niscaya rangsangan dapat diminimalisir.
Sebuah ironi terjadi di masyarakat; ditengah rusaknya pergaulan muda mudi, justru sebagian masyarakat menghendaki dan menikmati tayangan porno baik di media televisi maupun panggung-panggung hiburan.  Bagaimana mungkin individu yang telah berupaya membentengi diri di rumah dan sekolah dengan penguatan akidah dan pemahaman hukum syariat tidak terpengaruh, sementara peluang untuk melanggar itu semua ada di hadapan mereka?  Demikian pula dengan kebiasaan menikahkan pasangan yang telah hamil sembari tidak memberikan sanksi moral, tentu telah menambah terangnya lampu hijau bagi pergaulan bebas.
Peran negara lebih signifikan lagi dalam membentuk sistem dan tata aturan dalam masyarakat untuk mengendalikan rangsangan ini.  Masalahnya, hingga saat ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini malu-malu (kalu bukan ragu) untuk menerapkan hukum Islam secara sempurna.  Penguasa khawatir dianggap ekstrim dan memihak kelompok Islam jika menerapkan ketentuan wajib menutup aurat, melarang khalwat dengan memberikan sanksi tertentu, melarang panggung-panggung hiburan dengan alasan melanggar syariat.  Padahal, keengganan inilah yang berakibat pada merebaknya rangsangan seksual di tengah masyarakat.
Negara seharusnya bertanggung jawab menerapkan sistem yang mempu menangkal semua bentuk serangan yang bisa memunculkan rangsangan seksual.  Dalam Islam negara berkewajiban mengawal penerapkan hukum-hukum pergaulan yang disyariatkan Allah SWT.  Hukum-hukum tersebut diantaranya :
  • Perintah baik kepada laki-laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya (QS an-Nûr [24]: 30-31). Jika timbul rasa ketertarikan pada lawan jenis sementara yang bersangkutan belum mampu untuk melakukan pernikahan maka dianjurkan untuk menahannya dengan puasa. Sementara bagi yang telah mampu untuk menikah sangat dianjurkan untuk menikah.
  • Perintah agar memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan serta mencegah ikhtilat(campur baur).
  • Islam mendorong untuk segera menikah. Dengan demikian, pembatasan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam perkawinan yang dimulai pada usia yang relatif muda saat gharizah an-nau’ (naluri melestarikan jenis) mulai bergejolak. Adapun bagi yang belum mampu menikah, maka agar mereka memiliki sifat ‘iffah(senantiasa menjaga kehormatan) dan mampu mengendalikan diri (nafsu).
  • Perintah untuk mengenakan pakaian yang bisa menjaga kehormatan bagi laki-laki dan perempuan ketika mereka berada di kehidupan umum. Perempuan diwajibkan meggunakan jilbab (baju kurung terusan dari atas hingga menutup kakinya) dan kerudung. Laki-laki pun harus menutup aurat sebagaimana batasan yang telah ditetapkan syariah.
  • Islam juga telah menetapkan kehidupan khusus (rumah dan semisalnya) hanya terbatas bagi perempuan dan para mahramnya saja. Dengan demikian, Islam telah meminimalisisr berbagai tindak asusila di tempat-tempat pribadi yang kini banyak dilakukan muda-mudi.
  • Larangan khalwat (berdua-duaan), zina dan memberikan sanksi sesuai hukum syariah.
  • Larangan bagi kaum perempuan untuk ber-tabarruj (QS an-Nûr [24]: 60)
  • Larangan bagi seorang perempuan untuk bepergian jauh kecuali dengan mahrom. “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
  • Larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk saling berpegangan tangan atau berciuman karena bisa membangkitkan naluri seksual dan mendekati zina (QS. Al Isra [17] : 32)
  • Islam membatasi interaksi antar lawan jenis sebatas hubungan yang sifatnya umum, seperti muamalat atau tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan aktivitas saling mengunjungi antara laki-laki dan perempuan atau aktivitas lain yang bisa memunculkan rangsangan seksual (seperti curhat antar lawan jenis).
  • Islam juga telah memerintahkan kepada kaum kaum laki-laki dan perempuan agar menjauhi tempat-tempat syubhat (meragukan) dan agar bersikap hati-hati sehingga tidak tergelincir ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
  • Islam memerintahkan negara untuk memberi sanksi kepada semua pelaku yang terbukti merusak tatanan pergaulan baik dengan tindakan maupun dengan memunculkan berbagai media dan sarana kepornoan.

Dari paparan di atas, nampaklah bahwa Islam tidak mentolelir bentuk hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan (yang biasa disebut pacaran), meskipun dilakukan secara ‘sehat’ (tidak berorientasi pada hubungan seksual).  Sebab, hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam pernikahan.  Adapun pada masa pra nikah, maka laki-laki dan perempuan diwajibkan tetap terikat dengan hukum syariat.  Mereka tetap tidak boleh berpacaran (berduaan, berpegangan tangan, dsb).
Dengan demikian, solusi bagi pencegahan pergaulan bebas adalah dengan menerapkan hukum-hukum pergaulan Islam dan menjaganya dengan penerapan sistem Islam oleh Khalifah (kepala negara).  Tentu saja, bukan dengan pacaran ‘sehat’ apalagi kondomisasi!
Keterlibatan individu, masyarakat dan negara mutlak diperlukan dalam penerapan syariah Islam tersebut.  Semua itu bukan saja dapat mencegah dari munculnya rangsangan seksual namum juga menyelesaikan bentuk rangsangan -apabila muncul- dengan solusi yang shahih.  Demikianlah penjagaan Islam terhadap remaja dari pergaulan bebas.
Solusi konservatif (baik melalui pacaran sehat maupun kondomisasi) tentu tak perlu terjadi.  Negara bukan saja akan menghemat angaran yang dikeluarkan hanya untuk pengadaan kondom.  Namun lebih dari itu, keluhuran masyarakat akan terwujud  melalui generasi yang dilahirkannya; terbebas dari penyakit menular seksual dan berkurangnya angka kematian ibu dan janin.  Demikian juga akan terlahir generasi yang memiliki masa depan yang berorientasi membangun peradaban karena mereka tidak lagi disibukkan oleh pacaran atau interaksi dengan lawan jenis yang diharamkan syariah.
Kini, saatnya kita kembalikan remaja dan sistem kehidupan di negeri ini kepada syariah Islam secara kaffah.  Tentu saja, semua itu tak bisa terwujud melainkan bila khilafah Islam telah nyata kembali kita hadirkan.  Semoga Allah SWT memudahkan langkah-langkah kita.  Aamiin ya Robbal ‘alamiin. [] Noor afeefa
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/07/20/sistem-islam-atasi-pergaulan-bebas
Read More

Selasa, 15 Maret 2016

Ust. Iwan Januar: Jangan Jadi Remaja ‘CuPu’ (Culun Punya)

Keluarga bagi remaja itu ibarat lagi haus tengah hari bolong ada yang ngasih air mineral gelas yang dingin, nyess! Remaja tanpa keluarga bakal kehilangan banyak episode istimewa dalam kehidupannya. Lantaran keluarga menjadi tempat remaja tumbuh dan berkembang. Nah, edisi kali ini redaksi nodong Ust. Iwan Januar, pemerhati masalah keluarga untuk berbagi seputar remaja dan keluarga. Simak yuk!
Bagaimana Ustadz melihat kondisi remaja sekarang? Sisi negatif dan positifnya?
Alhamdulillah, sebagian remaja muslim di Indonesia sudah melihat Islam sebagai identitas. Mereka bangga jadi rohis, berhijab, ikut kajian-kajian keislaman, dsb. Sebagian lagi punya prestasi yang membanggakan di level nasional bahkan internasional. Juara olimpiade sains beberapa kali, punya penemuan keren seperti kulkas tanpa listrik. Ada perkembangan yang menggembirakan.
Kalau bicara negatifnya pasti ada saja. Repotnya jumlah mereka yang nakal atau malah berbuat kriminal itu masih jauh lebih besar. Selain itu kualitas kejahatannya juga semakin memprihatinkan. Pakai narkoba, ikut kelompok kejahatan seperti gang motor, membunuh, memperkosa, dll.
Seringkali media massa memberitakan kenakalan remaja, komentar Ustadz?
Untuk membangun awareness pemberitaan itu perlu, biar orang tua, masyarakat dan pemerintah sadar bahwa pembangunan itu hampir-hampir tak berpihak pada remaja kecuali sektor formal seperti sekolah. Tapi pemberitaan harus ada kode etik dan memperhatikan faktor psikologi. Misalnya jangan memberitakan kriminalitas remaja secara vulgar karena malah nanti bisa menjadi stimulan buat remaja lain. Jadi copy cat, ditiru.
Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap perilaku negatif remaja menurut Ustadz? Teman? Media? Sekolah?
Yang mempengaruhi karakter remaja itu kompleks dan saling melengkapi. Orang tua jelas berperan karena dari sanalah pendidikan bermula. Orang tua yang baik akan menanamkan visi dan misi hidup yang benar, mencari ridlo Allah, dst. Ini introspeksi untuk orang tua, sudah belum seperti itu.
Berikutnya lingkungan pergaulan dan lingkungan mereka tinggal seperti lingkungan rumah, sekolah, tempat bermain, termasuk media massa. Ini berpengaruh banget. Apalagi kalau di rumah orang tua tak membangun karakter Islami yang kuat maka remaja akan mudah terpengaruh.
Bagaimana dengan keluarga, seperti apa peran penting keluarga bagi remaja?
Ust. Iwan Januar (Penulis Buku Seputar Keluarga) “…Jangan Jadi Remaja ‘CuPu’ (Culun Punya) ..!” - MAJALAHDRISE.COMKeluarga itu pembentuk karakter anak yang paling utama dan pertama. Harusnya dari rumah remaja sudah tahu tujuan hidup, visi hidup dan pedoman hidup itu apa; yakni Islam. Di rumah remaja harusnya bisa mendapatkan gemblengan kedisplinan, kasih sayang dan kemandirian dari kedua orang tua. Nggak salah kalau Nabi saw. Bilang orang tualah yang bisa membuat anak menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Kita sering mendengar remaja broken home. Menurut Ustadz, seperti apa remaja broken home? Penyebabnya?
Broken home itu remaja yang gagal mendapatkan perhatian, pendidikan dan kasih sayang di rumah. Ini bisa menimpa remaja mana saja, bukan Cuma remaja yang orang tuanya bercerai, tapi remaja yang kedua atau salah satu orang tuanya tidak memberikan tiga faktor itu pada anak-anaknya. Nah, ini penyebab remaja mengalami broken home, efeknya emosinya menjadi labil. Suka cari perhatian, emosional, antisosial, dsb.
Remaja broken home sering dikaitkan dengan perilaku remaja yang negatif. Menurut ustadz?
Ya, kalau tak ada yang melindungi dan membangun karakternya bisa begitu. Tapi kalau ada yang bisa menstabilkan kepribadiannya misalnya ibu atau ayahnya, atau kerabatnya, ia bisa survive dan stabil. Tapi kalau tak ada yang membantunya maka emosinya akan labil. Karena remaja itu manusia, dan manusia itu butuh perhatian, pendidikan dan kasih sayang dari orang terdekatnya, kalau tak ada maka ia mengalami guncangan.
Bagaimana membangun keluarga yang berpengaruh positif terhadap perilaku remaja? Peran Ibu dan Bapak?
Untuk membangun keluarga yang baik butuh sinergi suami dan istri. Sinergi itu baru dapat kalau chemistry-nya kena. Chemistry itu akan datang kalau keduanya punya standar hidup yang sama dan benar. Jadi kalau ingin membangun keluarga yang baik, carilah pasangan yang punya standar hidup yang sama dan benar. Kalau beda, berat untuk menjalankan roda keluarga.
Seringkali kita lihat hubungan yang kurang harmonis antara orangtua dan anak. Kenapa ya Ustadz? Gimana solusinya?
Bisa dua hal; pertama, orang tua tidak memiliki pengetahuan cukup untuk membimbing anak. Karenanya menjadi orang tua perlu ilmu, perlua manual guide, perlu belajar. Jadi orang tua itu tidak alami. Ketika itu tidak dimiliki orang tua akan serampangan mendidik anak, paling pol yang mereka perhatikan prestasi akademik, gizinya dan ibadahnya, tapi nggak dengan pemahaman hidup.
Kedua, orang tua gak mampu berkomunikasi secara baik dengan anak. Ada orang tua niatnya baik tapi caranya otoriter, suka mencela, gampang marah, dsb. Kalau seperti ini, biarpun orang tuanya hafal al-Quran tapi akan kesulitan mendidik anak-anaknya.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketidakharmonisan keluarga yang berpengaruh terhadap kenakalan remaja?
Harus ada perubahan nilai-nilai sosial secara massif. Buang hedonisme atau sikap mendewa-dewakan materi. Sekarang ini kan semua diukur dengan materi dan fisik. Berikutnya adalah campakkan sekulerisme, jangan dijadikan sebagai falsafah kehidupan. Pancasila itu kan Cuma dijadikan tameng oleh kaum sekuler. Mereka mengaku cinta Pancasila tapi sebenarnya yang mereka bela itu sekulerisme. Dengan dalih itu kaum sekuler lalu menghantam agama Islam. Nah, sekulerisme ini wajib untuk dibuang.
Terakhir, apa pesan Ustdz untuk teman-teman remaja pembaca Drise?
Jangan jadi remaja cupu — culun punya –. Muslim tapi kagak ngarti agamanya sendiri. Gak ngerti tujuan hidup. Itu kan cupu banget. Miliki tujuan penting dalam hidup dan bangga jadi muslim. Selanjutnya pahami dan terapkan Islam dalam kehidupan.
Beliau adalah penulis aktif ini  Karya Tulis beliau
Penerbit Gema Insani Press
  1. Jangan Jadi Bebek (sebagai editor)
  2. Jangan Jadi Seleb
  3. Jangan Nodai Cinta
  4. Surga Juga Buat Remaja, Lho!
  5. Be Positive Be Happy
  6. Game Mania
  7. Sex Before Married 1 & 2
  8. Bukan Pernikahan Cinderellah
  9. Surga Itu Dekat
  10. Remaja Smart Finansial

Penerbit Al Azhar Press
  1. Ternyata Bersuami Itu Menyenangkan
  2. Ternyata Beristri Itu Menyenangkan
  3. Pernikahan Ideologis; Barakah & Perlu
  4. Ketika Cinta Tak Berbalas
  5. High Quality Jomblo
  6. Ketika Uang Jadi Masalah
  7. Etika Seks Islam
  8. Jendela Rumah Rasulullah
  9. Ketika Uang Jadi Masalah
  10. Double Income; Berkah atau Musibah?
  11. Mendengarkan Itu Indah
  12. Penghalang-Penghalang Doa
  13. Antara Kerja dan Dakwah
  14. Menjadi Pembina Ideal
  15. Berbakti Pada Orang Tua
Penerbit Fikri Publishing
Mulder & Scully
Penerbit Arkan Leema Bandung
Asmaul Husna for Teens
Penerbit MIZAN
  1. Cowok, Be Gentle
Penerbit Lain
Quantum Doa
Penerbit SALAMADANI
  1. Ledakan Potensi Manusia
di muat di Majalah Remaja Islam Drise Edisi #42
Read More

Sabtu, 12 Maret 2016

Menikmati 'Taman Surga'

Taman, di manapun, selalu diasosiasikan sebagai tempat yang indah, penuh warna, dengan ragam pepohonan dan bunga warna-warni, harum semerbak; baik ia ada di depan atau belakang rumah mewah; baik ia ada di sekeliling istana para raja; atau mungkin ia merupakan tempat tersendiri yang sengaja dirancang sebagai tempat rekreasi dan wisata. Taman selalu diasosiasikan dengan keindahan. Tak ada taman yang diasosiasikan dengan keburukan. Demikianlah realitas taman di dunia ini.
Namun demikian, seindah apapun taman di dunia tak pernah ada yang kemudian disebut dengan ‘taman surga’. Karena itu, menarik saat justru Baginda Rasulullah SAW menyebut-nyebut adanya ‘taman surga’, bukan di surga, tetapi di dunia ini. Anas bi Malik menuturkan bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bertanya kepada para Sahabat, “Jika kalian melewati taman-taman surga, makan dan minumlah di dalamnya.” Para Sahabat bertanya, “Apakah taman surga itu, wahai Rasulullah?” Jawab beliau, “Halaqah-halaqah (majelis-majelis) ddzikir.” (HR at-Tirmidzi).
Melalui hadits ini, tegas Rasulullah menyamakan majelis ddzikir dengan taman surga, tentu dari sisi kemuliaan dan keutamaannya, sekaligus menyebut orang yang ada di majelis-majelis ddzikir sebagai orang-orang yang sedang menikmati hidangan di taman-taman surga itu (Syarh Ibn Bathal, II/5).
Keutamaan taman surga tentu tak bisa dibandingkan dengan taman dunia. Sebab, surga itu sendiri dan apa saja yang ada di dalamnya belum pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga atau terbersit di dalam kalbu manusia (Tafsir ath-Thabari, XVII, 346).
Lalu apa yang dimaksud dengan majelis dzikir? Dalam hadits lain Rasul SAW menyebut taman-taman surga itu dengan majelis-majelis ilmu. Inilah yang juga dipahami oleh para Sahabat seperti Abu Hurairah ra dan Ibn Mas’ud ra (Fauzi Sinaqart, At-Taqarrub iilla Allah). Imam al-Qurthubi juga menyebut majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu tentang halal dan haram. Adapun menurut Imam a-Ghazali, yang dimaksud adalah majelis ilmu-ilmu akhirat; ilmu tentang Allah SWT dan kekuasaan-Nya serta penciptaan-Nya (Faydh al-Qadir, I/696).
*****
Terkait ilmu dan keutamaan majelis ilmu, juga kemuliaan para pencarinya, diterangkan oleh banyak hadits, selain hadits di atas. Baginda Rasulullah SAW, misalnya, pernah bersabda, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.” (HR Muslim).
Katsir bin Qays berkata:
Saya pernah duduk bersama Abu ad-Darda di Masjid Damakus. Tiba-tiba datang seseorang kepada dia dan berkata, “Wahai Abu ad-Darda, saya datang kepada engkau dari Madinatur Rasul SAW demi memastikan suatu hadits yang sampai kepada diriku, bahwa engkau pernah membicarakan hadits itu dari Rasul SAW, yang tentu sangat aku butuhkan.”
Abu ad-Darda lalu berkata, “Aku memang pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan membuka bagi dirinya salah satu jalan di antara jalan-jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka karena ridha kepada pencari ilmu. Sesungguhnya seorang yang berilmu (ulama) benar-benar dimintakan ampunan kepada Allah bagi dirinya oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, hingga bahkan ikan-ikan di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu atas orang yang suka beribadah adalah seperti keutamaan cahaya bulan purnama atas cahaya seluruh bintang di malam hari. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambil ilmu, berarti dia telah mengambil sesuatu yang amat berharga.” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).
Generasi salafush-shalih adalah orang-orang yang amat memahami keutamaan ilmu dan majelis ilmu. Lalu bagaimana dengan generasi umat Islam hari ini? Sayang, meski kebanyakan majelis ilmu itu gratis, padahal menjanjikan keutamaan yang luar biasa saat hadir di dalamnya sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW di atas, tak banyak orang yang berbondong-bondong untuk menghadirinya. Buktinya, meski majelis ilmu menjamur di mana-mana, biasanya yang hadir jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Bandingkan dengan “majelis sepak bola” atau “majelis konser musik”; meski setiap orang harus mengeluarkan puluhan atau bahkan ratusan ribu untuk membeli karcis masuk, toh peminatnya selalu membludak walau harus berdesak-desakan. Padahal jelas, “majelis-majelis” semacam ini tak menjanjikan apa-apa selain kesenangan sesaat. Itulah realitas generasi umat hari ini. Mereka benar-benar telah ‘buta’, tak lagi dapat melihat keutamaan dan keindahan taman-taman surga. Na’udzu billah min dzalik. [] abi
Sumber: http://www.hizbut-tahrir.or.id
Read More

Mencari dan Belajar

Kehidupan adalah sebuah enigma (teka-teki). Jalan kehidupan menuntut setiap manusia untuk menemukan tujuannya. Namun, cita-cita selalu berada di ujung jalan berliku, terjal, dan penuh aral melintang.

Kesuksesan adalah harga mahal bagi proses penuh tantangan. Untuk itulah, tidak ada cara yang mudah untuk mencapai harapan. Ini bukan pesimisme, tetapi sebuah tantangan, bahwa hidup harus dijalani dengan keberanian, kerja keras dan tentunya kreatifitas.

Pelaut ulung tidak pernah lahir di lautan yang tenang, dinamika masalah dan pemecahannya membuat orang makin matang dan berkualitas. Ingatlah, kita tidak akan pernah diberikan kesulitan yang lebih besar daripada kemampuan diri kita untuk menyelesaikannya.

Kita adalah sosok yang lebih besar dari kesulitan itu sendiri. Kesulitan sebenarnya tidak akan membuat kita mengerut melainkan mengembang dalam arti bertumbuh lebih baik.

Sambutlah setiap kesulitan dengan jiwa yang besar, dan jika suatu saat Kita telah sukses dan berhasil, maka Kita pasti akan berterima kasih terhadap setiap kesulitan yang pernah dialami dan akan bersyukur telah diperkuat oleh kesulitan itu.

Sudah saatnya menjawab teka-teki kehidupan, menemukan pola, menerjemahkan dalam rumusan-rumusan sederhana, untuk kemudian meyelesaikannya dengan cermat. Keberuntungan akan sering datang pada orang yang terlatih dan telah menyiapkan dirinya.

Tidak setiap orang pernah melihat bintang jatuh, tapi saya yakin jika ada yang bersedia menunggunya dengan teratur, bersedia mempelajari pola bintang jatuh, dan mempunyai teleskop, dia akan menyaksikan lebih banyak bintang jatuh. Jika melihatnya menjadi perlambang keberuntungan, maka melihatnya berkali-kali akan menjadikannya ‘mukjizat’. Saatnya mencari dan belajar.

tulisan : @husainassadi
Read More

Selasa, 08 Maret 2016

Gerhana Bagi Manusia Level 0, 1, 2 Dan 7


Ketika terjadi gerhana maka manusia terbagi menjadi tiga:

Level-0: Orang-orang kuno. Mereka memukul-mukul lesung, membangunkan pohon-pohon kelapa dan ternak mereka karena punya anggapan matahari ditelan raksasa. Mereka juga percaya bahwa siapa yang lahir saat gerhana akan membawa kekuatan magis dalam dirinya.

Level-1. Orang-orang modern. Mereka menganggap gerhana sekedar fenomena alam biasa, lalu mereka menonton proses gerhana sebagaiwisata mulai awal sampai selesai.

Level-2. Orang-orang inovatif. Mereka mencoba membuktikan fenomena yang hanya bisa diukur saat gerhana, misalnya Teori Relativitas Umum Einstein tentang ruang-waktu yang lengkung di sekitar massa besar seperti matahari. Atau mereka yang meraup bisnis dari fenomena gerhana, seperti membuat kacamata gerhana, kamera gerhana, atau menjadi penyelenggara "wisata gerhana".

Level-7. Orang-orang beriman dan berilmu. Mereka memahami astronomi, tetapi ketika saat gerhana, mereka juga menjalankan sunnah Nabi SAW: memperbanyak istighfar, sedekah dan menunaikan sholat gerhana dengan keyakinan di dalam perintah Allah ada janji-janji Allah SWT.

By. Prof. Dr. Ing. Fahmi Amhar
Read More