Minggu, 15 Maret 2015

Fitnah Dan Cara Menghadapinya


Allah Ta’ala berfirman:
Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan.” (QS Al-Baqarah: 191)
“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.” (QS Al-Baqarah: 217)

Sebagian kalangan mentafsirkan ayat ini layaknya mentafsirkan bahasa Indonesia. Yaitu, fitnah yang berarti tuduh-menuduh itu lebih keji dan kejam daripada pembunuhan. Daalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia v1.3) ketika kita meng-entri kata “fit·nah”, maka akan kita dapati demikian“perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yg disebarkan dng maksud menjelekkan orang (spt menodai nama baik, merugikan kehormatan orang) adalah perbuatan yg tidak terpuji,mem·fitnah, menjelekkan nama orang (menodai nama baik, merugikan kehormatan, dsb.)

Maka ketika terjadi pertikaian berupa tuduh-tuduhan yang tidak mengenakkkan, orang dituduh akan serta-merta mengeluarkan dalil firman Allah di atas. “Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh.”Namun benarkah demikian makna fitnah yang diinginkan Allah dalam ayat ini? Ataukah ada makna lainnya?
Baiklah, agar supaya kita tidak terjerumus ke dalam ancaman, “Siapa yang berkata tentang Al-Quran dengan akalnya (dalam riwayat lain: dengan sesuatu yang tidak ia ketahui), maka hendaknya ia mempersiapkan tempat duduknya di neraka,” mari kita telusuri pendapat para ulama yang pakar dalam disiplin ilmu tafsir.

Abu Al-‘Aliyah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahak, dan Ar-Rabi’ bin Anas berpendapat tentang firman-Nya, “Dan fitnah itu lebih dahsyat dari pembunuhan,”: “Kemusyrikan itu lebih dahsyat daripada pembunuhan.”
Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar Al-Bantani Asy-Syafi’i –rahimahullah- menjelaskan dlam tafsirnya (I/64), “{Dan fitnah itu lebih dahsyat daripada pembunuhan}, yaitu ujian yang dengannya seseorang teruji seperti dikeluarkan dari tanah air, itu lebih berat daripada pembunuhan. Sebab, susahnya lebih lama dan sisa sakitnya lebih lama. Ada yang berpendapat: kemusyrikan kalian terhadap Allah dan peribadatan kepada berhala-berhala di tanah haram itu serta pencegahan kalian terhadap kaum muslimin darinya (baca: dari tanah haram) lebih jelek daripada kalian membunuh mereka di dalamnya.”

Berkaitan dengan ayat ke-217, Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Ibnu Katsir menjelaskan:
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ أي قد كانوا يفتنون المسلم في دينه حتى يردوه إلى الكفر بعد إيمانه فذلك أكبر عند الله من القتل
“{Dan fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan}, artinya mereka telah menganggu agama seorang muslim sehingga mereka mengembailkanya kepada kekufuran setelah keimanannya, maka yang demikian itu lebih besar (dosanya) menurut Allah.”

Al-Imam Al-Baghawi menjelaskan, “{Dan fitnah itu} yaitu kemusyrikan yang melekat pada kalian itu {lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan}.”
Al-‘Allamah Muhammad Shiddiq Hasan Khan Al-Qinnuji Al-Bukhari –rahmatullah ‘alaih- menjelaskan, “{Dan fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan}. Yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah kekufuran dan kemusyrikan. Yang mengatakan demikian adalah Ibnu ‘Umar. Artinya, kekufuran kalian itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan yang kalian lancarkan kepada sarriyyah (pasukan perang yang tidak diikuti Nabi) yang diutus oleh Nabi –shallallahu ‘alahi wa sallam-. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud fitnah di sini adalah mengeluarkan penduduk Makkah darinya (baca: dari Makkah). Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah gangguan yang mereka lancarkan terhadap agama mereka (kaum muslimin) sehingga mereka binasa, maksudnya fitnah yang ditujukan kepada orang-orang lemah dari kalangan kaum mukminin, fitnah yang sama dengan fitnahnya kaum kuffar yang tengah mereka pijaki.” (Fat-h Al-Bayan ‘an Maqashid Al-Quran I/436)

Sampai di sini kita dapat menyadari tidak ada satu pun ulama pakar tafsir yang memahami fitnah di sini sebagaimana yang dipahami oleh sementara sebagian kalangan. Dan perlu diketahui bahwa fitnah dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa ‘Arab. Fitnah dalam bahasa Indonesia biasa diwakili kata “buhtan” dalam bahasa ‘Arab. Sedangkan fitnah dalam bahasa ‘Arab memiliki arti yang tidak sedikit. Di antaranya adalah: cobaan, ujian, musibah, azab, dan selainnya.
Allahua’lam.(Renungan.AlQuran)

Sikap Hadapi Fitnah
Mungkin di antara kita selama hidup pernah difitnah atau dituduh. Ada yang dituduh sebagai pembohong, egois, tidak punya perasaan, pengkhianat, pencuri, dituduh selingkuh, dikatakan zalim, munafik, sesat, atau tuduhan-tuduhan lainnya. Padahal, termasuk zalim, menuduh dan memfitnah orang lain dengan sesuatu yang tidak dilakukannya. Jika Anda dituduh dan difitnah oleh seseorang, padahal Anda yakin tidak bersalah maka ada delapan sikap yang sebaiknya kita lakukan. 
1. Hendaklah kita cek dan kita pelajari lagi jangan-jangan yang dituduhkan orang lain itu benar. Jika ternyata kita salah, jangan malu dan gengsi mengakui kesalahan dan mengikuti kebenaran. Meskipun, cara orang yang menasihati kita kasar atau mungkin bermaksud tidak baik.
2. Memperbaiki ucapan atau tindakan kita yang menjadi penyebab orang memfitnah kita. Misalnya, bendahara masjid dituduh mencuri uang kas disebabkan tidak transparannya laporan keuangan. Maka, hendaknya dibuat laporan yang rapi dan jelas. Jika seseorang dituduh "nakal" karena sering bergaul dengan orang-orang "nakal", selektiflah dalam memilih sahabat.
3. Ingatlah akan aib dan dosa kita. Syekh Salim Al Hilali berkata, “Kalau Anda bersih dari kesalahan yang dituduhkan itu, tapi sejatinya Anda tidak selamat dari kesalahan-kesalahan lain karena sesungguhnya manusia itu memiliki banyak kesalahan. Kesalahanmu yang Allah tutupi dari manusia jumlahnya lebih banyak. Ingatlah akan nikmat Allah ini di mana Ia tidak perlihatkan kepada si penuduh kekurangan-kekuranganmu lainnya” (Dinukil dari buku Ar Riyaa halaman 68).
4. Hendaklah kita merenung dan mengevaluasi kesalahan dan dosa-dosa kita. Baik yang berhubungan dengan muamalah antara manusia, maupun dosa-dosa antara kita dengan Allah. Tuduhan dan fitnahan bisa jadi merupakan teguran agar kita kembali dan bertobat kepada Allah.
5. Jika kita sabar dan ikhlas, semoga tuduhan dan fitnahan ini dapat mengurangi/menghapus dosa, menambah pahala, dan meningkatkan derajat kita di sisi-Nya.
6. Doakanlah si penuduh agar Allah memberi petunjuk. Jika memungkinkan, nasihatilah dia secara langsung maupun melalui sindiran agar dia bisa sadar dan bertobat. Maafkan dia, tapi kita boleh membalas untuk suatu kemaslahatan asalkan tidak melampaui batas. (Lihat surah Asy Syuuraa 40-43). Jika terpaksa, doakanlah keburukan untuk si zalim agar ia menjadi sadar dan bertobat.
7. Shalat istikharah untuk meminta bimbingan Allah cara yang tepat mengklarifikasi atau membela diri. Meladeni dan membantah terkadang justru membuka pintu keburukan untuk kita. Bisa jadi, klarifikasi tanpa menyebutkan tentang tuduhan mengenai dirinya dan tanpa menyebutkan nama penuduh akan banyak memberikan manfaat untuk umat.
8. Yakinlah musibah tuduhan merupakan kebaikan untuk Anda. Si penuduh yang merugi karena dia telah melakukan kejahatan dan berhak memperoleh azab-Nya. Allah berfirman, “ Janganlah kamu mengira berita (bohong) itu buruk bagi kamu, bahkan itu baik bagi kamu. Setiap orang dari mereka akan mendapatkan dosa yang diperbuatnya” (Surah an Nuur 11).
“Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (Surah an Nuur 23). Semoga kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan tidak mudah menuduh orang lain tanpa bukti dan dapat menyikapi dengan bijaksana saat mendapat fitnah.

0 komentar:

Posting Komentar