Kamis, 31 Maret 2016

April Mop, Balasan Barat Terhadap Muslim Andalusia

April Mop di Barat dikenal dengan The April’s Fool Day. Pada 1 April itu, orang boleh dan sah-sah saja menipu teman, orang tua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan, dengan mengatakan, "April Mop!".

Namun banyak umat Islam yang ikut-ikutan merayakan April Mop ini tidak mengetahui, bahwa April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

Saat itu terjadi pembantaian ribuan umat Islam di Granada Spanyol di depan pelabuhan. Dengan tipuan akan diberangkatkan ke keluar Andalusia dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Ratu Isabella, Muslim Andalusia malah dikonsentrasikan dan dengan mudah dibantai habis dalam waktu sangat singkat oleh ratusan pasukan salib yang mengelilingi dari segala penjuru.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Mereka kebanyakan terdiri atas para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.

Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

Itulah akhir dari kejayaan Islam di Andalusia. Sebuah peradaban Islam yang dimulai dari perjuangan Tariq Bin Ziyad pada tahun 711 M dan berakhir pada 1487 M. Selama tujuh abad lebih peradaban ini telah menyumbangkan kepada dunia, kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad.

Balasan Barat Terhadap Muslim Andalusia

Namun ada sebuah kisah yang sangat memilukan. Pada 2 Januari 1492, kardinal Devider memasang salib di atas Istana Hamra; istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya sebagai bentuk proklamasi atas berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.

Kaum Muslimin dilarang menganut Islam, dan dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa Arab, siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa dengan berbagai cara. Gereja di masa pemerintahan monarki Raja Ferdianand dan Isabella membuat Dewan Mahkamah Luar Biasa atau yang dikenal dengan Lembaga Inkuisi sebuah lembaga peradilan yang bertugas untuk menghabisi siapa saja orang-orang di luar Katholik. Lembaga ini kemudian bermetamorfosa menjadi Opus Dei.

Empat abad setelah jatuhnya Islam di Spanyol, Napoleon Bonaparte pada 1808 mengeluarkan instruksi untuk menghapuskan Dewan Mahkamah Luar Biasa tersebut. Dan di sinilah kisah ini berawal. Ditulis oleh Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya At Ta’asub Wat Tasamuh (hal 311-318).

Tentara Prancis menemukan tempat sidang Dewan Mahkamah Luar Biasa itu di sebuah ruang rahasia di dalam gereja. Di sana ada alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Alat ini untuk membelah tubuh manusia. Ditemukan pula satu peti sebesar kepala manusia. Di situlah diletakkan kepala orang yang hendak disiksa. Satu lagi alat penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah badan yang disiksa tersebut.

Di samping itu ada mata kail yang menusuk lidah dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena tajamnya benda benda tersebut. Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.

Inilah jawaban untuk kita, mengapa saat ini, kita tidak menemukan bekas-bekas peradaban Islam yang masih hidup di Spanyol. Seolah-olah tersapu bersih, sebersih-bersihnya. Inilah balasan Barat terhadap Muslim.

Sumber: http://kajianirenahandono.blogspot.co.id/2015/03/april-mop-balasan-barat-terhadap-muslim.html
Read More

Senin, 28 Maret 2016

Islam Itu Indah

Estetika, sebuah kata purba “aisthetikos” yang mewakili keindahan atau kemenarikkan terhadap sesuatu. Bila keindahan sebuah lukisan terletak pada goresan dan susunan warnanya, bila keindahan sebuah sastra terletak pada makna dan komposisi katanya, bila keindahan sebuah lagu terletak pada harmoni dan susunan nadanya, maka sungguh manusia akan bersilang pendapat dan mustahil mendapat kata sepakat atas karya lukis, sastra, dan musik, manakah yang paling indah. Ya, memang begitulah adanya. Perjalanan sejarah berbicara, sejak zaman filusuf Yunani kuno, juga para ilmuwan, serta para estetikus modern sekalipun, hingga detik ini tak pernah menemukan ukuran baku akan keindahan itu. Sebab keindahan sebuah karya manusia merupakan buah dari penerjemahan selera individual manusia.

Kalau keindahan bersumber dari selera maka akan menggiring kepada konsekuensi logis bahwa “segala klaim keindahan hanyalah bersifat relatif, termasuk Islam”. Lantas bagaimana dengan keindahan Islam? Dimana letak keindahan Islam? Akankah keindahannya hanya bersifat relatif?

Lebih dari semua itu, Islam adalah sebuah panduan hidup diantara ragam panduan hidup lainnya. Terlalu ceroboh dan tanda pendeknya akal bila menilai panduan hidup di dasarkan pada selera. Sebab diantara beragam panduan hidup, panduan yang terpilih itulah yang akan menentukan hidup-matimu dan kehidupan setelah matimu. Nasib jiwamu yang mengabadi telalu beresiko jika hanya kau serahkan pada ketertarikan selera.

Islam dicipta dari sisi Sang Pencipta, tidakkan sama antara karya cipta manusia dengan karya penciptanya manusia. Maka Islam itu indah bersebab kebenarannya, bukan selera manusia. Bukan arsiran, atau, lurus dan lengkungnya garis yang membuat Islam indah, akan tetapi “ih dinashiratal mustaqiim”, jalan lurus yang dijanjikan oleh Islam. Bukan rima atau majas yang membuat melayang, yang menjadikan Islam indah, akan tetapi kebenaran makna dari “Qalallah wa qalla rasul”, kebenaran dari apa-apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasulullah. Bukan melodi dan hentakan ritmis yang membuat Islam indah, akan tetapi “Sabbaha lillahi maa fissamaawati wamaa fil ard”, kesatuan sinergi dengan semesta, antara langit dan bumi, antara manusia dengan Pencipta, yang dengannya akan mengantarkan jiwa-jiwa manusia pada keselarasan dunia dan akhirat, pada keharmonisan “dari mana, untuk apa, dan akan kemana”.

Ridwan Kholid A

Read More

Rabu, 23 Maret 2016

Oleh: Al-Faqîr ilâ Rabbihi Irfan Abu Naveed[1] Dipresentasikan dalam Kajian Tafsir Bulanan di KPP Cianjur
LGBT, akronim dari lesbian, gay, biseksual dan transgender (termasuk interseks dan queer[2] (LGBTIQ)), kembali hangat diperbincangkan di berbagai media, terutama pasca legalisasi pernikahan sejenis oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat 26 Juni 2015 lalu mencakup 50 negara bagian AS[3], hal ini membuka kembali sejarah kelam peradaban umat manusia pada titik nadir, dimana ketuk palu Mahkamah AS yang menandai legalnya pernikahan sejenis pun menjadi lonceng kematian bagi peradaban Barat yang diwakili Amerika Serikat. Legalisasi pernikahan sejenis ini pun dianggap sebagai langkah penting dalam hal pengakuan terhadap LGBT.
Namun jika ditelusuri lebih jauh, legalisasi pernikahan sejenis yang pada akhirnya mengakomodasi kaum gay mengumbar hawa nafsunya melakukan perbuatan homoseksual, jelas meniti sejarah kelam Kaum Luth. Yakni suatu kaum dimana Nabi Luth a.s. diutus kepada mereka yang menempati kota Sodom di area Timur Jordania, mereka saling menzhalimi di tengah-tengah masyarakat mereka, serta mengamalkan berbagai kemungkaran lainnya.[4] Namun di atas semua kerusakan itu mereka pun melakukan kemungkaran baru di muka bumi yang tak pernah dilakukan oleh seorang pun sebelumnya[5], yakni mendatangi kaum lelaki dari duburnya menuruti syahwatnya dan meninggalkan para istrinya, menyelisihi tabiat manusia.[6]

A. Al-Qur’an: Perbuatan Homoseksual Merupakan Perbuatan Keji, Melampaui Batas

Perbuatan kaum gay yang melakukan perbuatan homoseksual lelaki mendatangi lelaki lainnya melalui duburnya, dalam istilah syari’ah, tercakup dalam istilah liwâth. Pengertian liwâth, dijelaskan dalam kamus bahasa ahli fikih, Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji (w. 1435 H):
اللواط: عمِل عَمَل قوم لوط . وطء الذكر في دبره (homosexuality)
Al-Liwâth: adalah perbuatan siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth. Yakni memasukkan dzakar ke dubur laki-laki lainnya (homoseksual).”[7]
Jika kita telusuri, perbuatan homoseksual lelaki mendatangi lelaki dari duburnya, pertama kali dilakukan oleh Kaum Luth, hal itu sebagaimana difirmankan Allah ’Azza wa Jalla dalam ayat-ayat-Nya berikut penilaian Allah Yang Maha Benar berupa celaan dan kecaman keras terhadapnya.
a. Perbuatan Keji (Al-Fâhisyah)
Yakni penyifatan atasnya sebagai perbuatan al-fâhisyah (keji) jahat dan melampaui batas:
{وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ}
Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu.” (QS. Al-’Ankabût [29]: 28)
Ada banyak pelajaran yang terkandung dalam ayat di atas:
Pertama, Kalimat (إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ) menunjukkan bahwa ayat ini menyifati perbuatan liwâth(homoseksual) sebagai perbuatan keji (al-fâhisyah). Imam Abu al-Qasim al-Zamakhsyari (w. 538 H) menjelaskan bahwa perbuatan al-fâhisyah bermakna perbuatan yang sangat tercela.[8] Imam Fakhruddin al-Razi (w. 606 H) menjelaskan yakni perbuatan buruk yang nyata keburukannya, jika perbuatan zina adalah perbuatan keji dengan kondisi bahwa perbuatan tersebut bisa berkonsekuensi lahirnya anak (masih menjamin keberlangsungan generasi-pen.) meski tidak berlangsung terus menerus (sementara), adapun perbuatan homoseksual jelas tidak mungkin berkonsekuensi lahirnya anak (artinya tidak menjamin keberlangsungan generasi-pen.) sehingga perbuatan homoseksual jelas lebih keji (daripada perbuatan zina yang juga keji-pen.).[9]
Celaan dalam ayat di atas pun diawali dengan dua penegasan (tawkîd) berupa kata inna dan lâm al-ibtidâ’[10] yang berfaidah menafikan adanya keraguan dan pengingkaran atas celaan terhadapnya, sebagaimana ditegaskan dalam bahasan ilmu balaghah.[11] Ini sekaligus membantah penyesatan kaum liberal yang menjustifikasi perbuatan homoseksual dengan beragam alasan ngawur dan tidak ilmiah.
Kedua, Kalimat (مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ) menunjukkan bahwa tidak pernah ada seseorang pun di alam semesta ini yang melakukan perbuatan homoseksual sebelum kaum Luth, ini merupakan penafsiran Ibnu ’Abbas r.a.[12], dan Amru bin Dinar[13]. Sebagaimana ditegaskan pula menurut penafsiran para ulama, di antaranya: Imam Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani (489 H)[14], Al-Hafizh Ibnu Katsir (w. 774 H)[15], Imam al-Zamakhsyari (w. 538 H)[16], dan lainnya.
Kata  dalam kalimat (مَا سَبَقَكُمْ بِهَا) merupakan bentuk penafian, dan kata min dalam frase min ahad[in] merupakan bentuk tambahan atas penegasan penafian[17] adanya orang lain sebelum kaum Luth, dimana dalam ayat ini tidak diungkapkan kata min qawm[in] yakni suatu kaum, namun dalam ruang lingkup yang lebih kecil yakni tidak seorang pun. Artinya tidak ada seseorang pun sebelum kaum Luth yang melakukan perbuatan keji tersebut, dan mereka yang melakukan perbuatan homoseksual jelas meniti jalan kaum terlaknat ini.
Ketiga, Ayat ini mengandung kewajiban sanksi had atas perbuatan liwâth, sebagaimana ditegaskan oleh Fakhruddin al-Razi.[18]
Kalimat hampir senada disebutkan dalam QS. Al-A’râf [7]: 80
b. Perbuatan Melampaui Batas (Al-Isrâf)
Dalam ayat lainnya, kaum Luth pun divonis sebagai kaum yang melampaui batas:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ {٨١}
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada perempuan, bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.” (QS. Al-A’râf [7]: 81)
Kalimat (بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ) menunjukkan celaan atas perbuatan homoseksual, yakni perbuatan melampaui batas atau dengan kata lain perbuatan zhalim yang menyalahi fitrahnya. Hingga dikabarkan bahwa Nabi Luth a.s. pun memohon pertolongan kepada Allah dari kerusakan kaumnya ini, dalam ayat:(قَالَ رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ), dan ini pula yang mesti kita lakukan. Allah pun berfirman dalam ayat lainnya: QS. Al-Anbiyâ’ [21]: 74.
Dan vonis sebagai kaum yang melampaui batas pun disebutkan dalam ayat:
أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ {١٦٥} وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ {١٦٦}
“Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Rabb-mu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Syu’arâ [26]: 165-166)
Yakni melampaui batas yang halal melakukan keharaman.
c. Perbuatan Tidak Berakal
Bahkan perbuatan tersebut disifati sebagai perbuatan orang yang tidak berakal, berdasarkan mafhûmdari ayat:
{قَالَ يَا قَوْمِ هَٰؤُلَاءِ بَنَاتِي هُنَّ أَطْهَرُ لَكُمْ ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي ۖ أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ}
Luth berkata: “Hai kaumku, Inilah puteri-puteriku, mereka lebih suci bagimu, Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini, tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?” (QS. Hûd [11]: 78)
Kalimat (أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ) yang berbentuk istifhâm inkariy (kalimat tanya yang maksudnya pengingkaran keras) menunjukkan bahwa Nabi Luth a.s. mengkritik perbuatan kaumnya yang homoseksual sebagai perbuatan tidak berakal.
Maka kian terang benderang bahwa seluruh standarisasi penilaian yang Allah tunjukkan dalam ayat-ayat-Nya di atas, menunjukkan bahwa disorientasi seksual kaum homo bukanlah faktor genetik melainkan suatu penyimpangan dari syari’at, fitrah dan tabi’at manusia yang lurus, yang mesti diobati dengan solusi Islam sehingga kembali kepada fitrahnya.

B. Al-Qur’an: Azab-Azab Allah Bagi Kaum Luth

Mengenai kaum Luth yang terlaknat ini pun, Allah mengisahkannya di banyak tempat (dalam al-Qur’an) bahwa Dia telah menurunkan azab bagi mereka karena perbuatan keji tersebut:
a. Allah Butakan Pandangan Mata Mereka
Allah ’Azza wa Jalla berfirman:
{وَلَقَدْ رَاوَدُوهُ عَنْ ضَيْفِهِ فَطَمَسْنَا أَعْيُنَهُمْ فَذُوقُوا عَذَابِي وَنُذُرِ}
“Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku.” (QS. Al-Qamar [54]: 37)
Dimana pada ayat ke-33, disebutkan bahwa mereka telah mendustakan ancaman-ancaman peringatan dari Nabi Luth a.s. (lihat QS. Al-Qamar [54]: 33).
b. Allah Kirimkan Suara yang Sangat Keras
Allah ’Azza wa Jalla berfirman:
{فَأَخَذَتْهُمُ الصَّيْحَةُ مُشْرِقِينَ}
“Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.” (QS. Al-Hijr [15]: 73)
c. Bumi yang Mereka Tempati Diangkat dan Dibalikkan
Allah ’Azza wa Jalla berfirman:
{فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ}
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hûd [11]: 82)\
Allah pun menyebut mereka dengan al-Muktafikah, terbalik kepala dan kakinya. Lalu dilempar kembali ke tanah. Allah berfirman:
{وَالْمُؤْتَفِكَةَ أَهْوَىٰ}
“Dan negeri-negeri kaum Luth yang telah dihancurkan Allah.” (QS. Al-Najm [53]: 53)
d. Dihujani dengan Batu dari Tanah yang Keras dan Terbakar Secara Bertubi-Tubi
Allah ’Azza wa Jalla berfirman:
{وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً مِنْ سِجِّيلٍ مَنْضُودٍ}
“Dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS. Hûd [11]: 82)
Allah kabarkan pula dalam QS. Al-Hijr [15]: 74 dan QS. Al-Qamar [54]: 34.

C. Penegasan Kecaman Al-Sunnah Terhadap Perbuatan Homoseksual

Itu semua merupakan celaan bagi Kaum Luth dan mereka yang meniti jalanya, maka kaum muslimin (para ulama) pun bersepakat bahwa perbuatan kaum ini yakni homoseksual lelaki mendatang lelaki (liwâth) merupakan dosa besar yang jelas-jelas diharamkan Allah, sebagaimana disebutkan Al-Hafizh al-Dzahabi (w. 748 H).[19] Hal itu tidak mengherankan karena dalil-dalil al-Qur’an dan al-Sunnah secara tegas (qath’iy) mengharamkannya. Imam Muhammad bin al-Husain al-Ajurri al-Baghdadi (w. 360 H) bahkan menulis satu kitab khusus berjudul Dzamm al-Liwâth (tercelanya perbuatan liwâth). Para ulama pun menukil dalil-dalil dari al-Sunnah, berupa hadits-hadits Rasulullah –shallallâhu ’alayh wa sallam- yang mengecam perbuatan liwâth:
«إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي عَمَلُ قَوْمِ لُوطٍ»
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR. Ahmad & al-Tirmidzi)[20]
Kekhawatiran Nabi –shallallâhu ’alayh wa sallam- dalam hadits di atas, cukup menunjukkan bahwa perbuatan homo merupakan penyimpangan, bukan sesuatu yang sejalan dengan fitrah manusia sehingga diklaim karena faktor genetik. Dipertegas oleh dalil dalam hadits lainnya, dari Ibnu ’Abbas r.a., berkata: “Rasulullah –shallallâhu ’alayh wa sallam- bersabda:
«لا يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلًا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا»
Allah tidak akan memandangi seorang laki-laki yang mendatangi laki-laki lainnya atau mendatangi perempuan pada duburnya.” (HR. Ibnu Hibban, al-Tirmidzi dll)[21]
Imam al-Mulla’ ’Ali al-Qari’ (w. 1041 H) menjelaskan bahwa pandangan tersebut adalah pandangan rahmat dan pemeliharaan. Dan yang dimaksud mendatangi laki-laki yakni pada duburnya.[22] Imam al-Shan’ani (w. 1182 H) pun menegaskan bahwa dalam masalah ini tidak ada ruang ijtihad di dalamnya terlebih penyebutan ancaman dalam hadits ini tidak perlu diketahui dengan ijtihad[23], karena sesungguhnya masalah ini hukumnya jelas. Rasulullah –shallallâhu ’alayh wa sallam- bersabda:
«لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ، لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ»
“Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat siapa saja yang mengamalkan perbuatan kaum Luth.”(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dll)[24]
Dalam hadits di atas, kecaman Rasulullah –shallallâhu ’alayh wa sallam- diulang sebanyak tiga kali yang merupakan penekanan (tawkîd) atas kecaman tersebut, dan faidahnya menafikan keraguan atas kebenaran informasi adanya kecaman tersebut.[25] Dan kata la’ana mashdarnya adalah al-la’nu yakni al-ta’dzîb (siksaan)[26], Imam al-Azhari (w. 370 H) memaknai (لعنه الله) yakni Allah menjauhkannya.[27] Al-Hafizh Ibn al-Atsir (w. 606 H) menjelaskan:
وَأَصْلُ اللَّعْن: الطَّرْد والإبْعاد مِنَ اللهِ، وَمِنَ الخَلْق السَّبُّ والدُّعاء
“Asal kata al-la’nu: terhempas dan terjauhkan[28] dari Allah, dan dari makhluk-Nya berupa celaan dan do’a keburukan.”[29]
Dan makna yang lebih rinci, sebagaimana dijelaskan Imam al-Raghib al-Ashfahani bahwa orang yang terlaknat itu terhempas dan terjauhkan masuk ke dalam jalan kemurkaan, dan laknat dari Allah berupa siksa di akhirat, dan di dunia terputus dari rahmat dan taufik-Nya.[30] Adanya ancaman keras berupa kata laknat jelas mengandung pesan tercelanya perbuatan tersebut, ia termasuk tarhîb dari Allah atas pelakunya, dalam ilmu ushul fikih kata ini pun menjadi indikasi keharaman perbuatan tersebut. Bahkan indikasi bahwa ia termasuk dosa besar. Al-Qadhi ’Iyadh (w. 544 H) menjelaskan:
وقد استدلوا لما جاءت به اللعنة أنه من الكبائر
Dan sungguh para ulama telah berdalil bahwa hal-hal dimana kata laknat menyertainya maka ia termasuk dosa besar.”[31]
Hingga pelaku homoseksual baik subjek dan objeknya pun wajib dikenakan sanksi hukuman di dunia yang wajib ditegakkan dan menjadi kewenangan al-Imam (Khalifah), berdasarkan dalil:
«مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاِعَلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ»
“Siapa saja di antara kalian menemukan seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka hukum mati lah (oleh Imam atau yang mewakilinya-pen.) subjek dan objeknya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud & al-Hakim)[32]
Nash-nash al-Qur’an dan al-Sunnah di atas jelas mengandung celaan yang menjadi qarînah (indikasi) keharamannya[33], maka tidak mengherankan jika para ulama pun merinci keharaman liwâth secara pasti dan mutlak, tidak ada ruang ijtihad di dalamnya. Lalu apakah masih samar hakikatnya? Allâh al-Musta’ân.
{وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ} سورة الذاريات: ٥٥
[1] Staf Kulliyyat al-Syari’ah wa al-Dirasah al-Islamiyyah STIBA Ar-Raayah Sukabumi.
[2] Homoseksual
[3] Barrack Obama, Presiden Amerika Serikat, sebenarnya sudah lama mendukung eksistensi LGBT, hal itu ditandai dengan penentangannya terhadap sikap Pemerintah Uganda yang anti gay, lesbian.
[4] Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi, Al-Kabâ’ir, Al-Manshurah: Dâr al-Khulafâ’, Cet. I, 1416 H, hlm. 57.
[5] Lihat QS. Al-’Ankabût [29]: 28 dan QS. Al-A’râf [7]: 80.
[6] Dr. Samih ‘Athif al-Zayn, Majma’ al-Bayân al-Hadîts wa Qashash al-Anbiyâ’ fî al-Qur’ân al-Karîm, Kairo: Dâr al-Kitâb al-Mishri, Cet. VII, 1426 H/2005, hlm. 305.
[7] Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qal’ah Ji, dkk, Mu’jam Lughat Fuqahâ’, Beirut: Dâr al-Nafâ’is, Cet. II, 1408 H, juz I, hlm. 394.
[8] Abu al-Qasim Mahmud bin ‘Amru al-Zamakhsyari, Al-Kasyâf ‘an Haqâ’iq Ghawâmidh al-Tanziil, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, cet. III, 1407 H, juz III, hlm. 451.
[9] Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Umar al-Razi, Mafâtiih al-Ghayb, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, cet. III, 1420 H, juz XXV, hlm. 49.
[10] Ayyub bin Musa al-Husaini Abu al-Baqa’ al-Hanafi, Al-Kulliyyât Mu’jam fii Mushthalahât wa al-Furûq al-Lughawiyyah, Beirut: Mu’assasat al-Risâlah, hlm. 269; Abu Muhammad Badruddin Hasan bin Qasim al-Maradiy al-Malikiy, Al-Junnâ al-Dâniy fî Hurûf al-Ma’âniy, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet. I, 1413 H, hlm. 124.
[11] Dalam ilmu balaghah disebut dengan istilah al-khabar al-inkâriy karena keberadaan penegasan lebih dari satu. Lihat: Tim Pakar, Al-Balâghah wa al-Naqd, Riyâdh: Jâmi’atul Imâm Muhammad bin Su’ud al-Islâmiyyah, Cet. II, 1425 H, hlm. 38-39; Muhammad ’Ali al-Sarraj, Al-Lubâb fî Qawâ’id al-Lughah al-’Arabiyyah wa Âlât al-Adab al-Nahw wa al-Sharf wa al-Balâghah wa al-‘Arûdh wa al-Lughah wa al-Mitsl, Damaskus: Dâr al-Fikr, cet. I, 1403 H/1983, hlm. 161.
[12] Abu al-Muzhaffar Manshur al-Sam’aniy, Tafsîr al-Qur’ân, Riyadh: Dâr al-Wathan, cet. I, 1418 H, juz II, hlm. 195-196.
[13] Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim al-Tsa’labi, Al-Kasyf wa al-Bayân ‘an Tafsîr al-Qur’ân, Beirut: Dâr Ihyâ’ at-Turâts al-‘Arabi, Cet. I, 1422 H, juz IV, hlm. 258.
[14] Abu al-Muzhaffar Manshur al-Sam’aniy, Tafsîr al-Qur’ân, juz IV, hlm. 177.
[15] Abu al-Fida’ Isma’il bin Umar bin Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-’Azhiim, Dâr Thayyibah, cet. II, 1420 H, juz VI, hlm. 276.
[16] Abu al-Qasim al-Zamakhsyari, Al-Kasyâf ‘an Haqâ’iq Ghawâmidh al-Tanzîl, juz III, hlm. 451.
[17] Ibid, juz II, hlm. 125.
[18] Abu ‘Abdullah Muhammad bin ‘Umar al-Razi, Mafâtiih al-Ghayb, juz XXV, hlm. 49.
[19] Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Dzahabi, Al-Kabâ’ir, hlm. 57.
[20] Hadits shahih, Ahmad (III/382), al-Tirmidzi (IV/1457), Ibnu Majah (II/2563), dishahihkan Al-Hakim (IV/397). Abu Isa mengatakan: “Hadits ini hasan gharib dari jalur ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Uqail bin Abi Thalib dari Jabir bin ‘Abdillah r.a.”
[21] HR. Ibnu Hibban menshahihkannya dalam Shahih-nya (X/267, hadits 4418) Syu’aib al-Arna’uth mengatakan: “Hadits sanadnya kuat memenuhi syarat Muslim”; Al-Tirmidzi dalam Sunan-nya (III/461, hadits 1165) ia mengatakan: “Hadits ini hasan gharib”; Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya (IV/251), Al-Bazzar dalam Musnad-nya (XI/380, hadits 5212); Al-Nasa’i dalam Al-Sunan al-Kubrâ’ (VIII/197, hadits 8952) Imam Ibn Daqiq al-‘Iid dalam Al-Ilmâm (II/660, hadits 1290) menyebutkan bahwa para perawinya tsiqah/shahih; Abu Ya’la dalam Musnad-nya (IV/266, hadits 2378) Husain Salim: “Hadits hasan”; Al-Baihaqi dalam Al-Sunan al-Shaghiir (III/54, hadits 2482).
[22] Abu al-Hasan al-Mala’ al-Qari, Mirqât al-Mafâtîh Syarh Misykât al-Mashâbîh, Beirut: Dâr al-Fikr, Cet. I, 1422 H, juz VI, hlm. 2351.
[23] Muhammad bin Isma’il al-Amir al-Shan’ani, Subul al-Salâm, Maktabah Mushthafa al-Bâbi al-Halabi, Cet. IV, 1379 H/1960, juz III, hlm. 138.
[24] Hadits shahih, Ahmad dalam Musnad-nya (I/127), Ibnu Hibban dalam Shahîh-nya (53), al-Thabrani (11546), dishahihkan al-Hakim (IV/356), namun dihasankan oleh Syu’aib al-Arna’uth.
[25] Tim Pakar, Al-Balâghah wa al-Naqd, hlm. 39.
[26] Abu ‘Abdurrahman al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi al-Bashri, Kitâb Al-‘Ayn, Ed: Dr. Mahdi al-Makhzhumi, Dâr wa Maktabah al-Hilâl, juz II, hlm. 141.
[27] Muhammad bin Ahmad al-Azhari al-Haruri, Al-Zâhir fî Gharîb Alfâzh al-Syâfi’i, Ed: Dr. Muhammad Jabr, Kuwait: Wizârah al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah, Cet. I, 1399 H, juz I, hlm. 335.
[28] Lihat pula: Abu al-Qasim Mahmud bin ’Amru al-Zamakhsyari, Asâs al-Balâghah, Ed: Muhammad Basil, Beirut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyyah, Cet. I, 1419 H, juz II, hlm. 171.
[29] Majduddin Abu al-Sa’adat al-Mubarak bin Muhammad (Ibn al-Atsir), Al-Nihâyah fî Gharîb al-Hadîts wa al-Atsar, Ed: Thahir Ahmad al-Zawi, Beirut: al-Maktabah al-’Ilmiyyah, 1399 H, juz IV, hlm. 255.
[30] Abu al-Qâsim al-Husain bin Muhammad al-Râghib al-Ashfahani, Al-Mufradât fî Gharîb al-Qur’ân, Maktabah Nazâr Mushthafâ al-Bâz, suku kata (لعن), jilid II, hlm. 581.
[31] ‘Iyadh bin Musa Abu al-Fadhl al-Sabati, Syarh Shahîh Muslim (Ikmâl al-Mu’lim bi Fawâ’id Muslim), Mesir: Dâr al-Wafâ’, cet. I, 1419 H, juz IV, hlm. 486.
[32] Hadits shahih, Ahmad (I/300), al-Tirmidzi (IV/1456), al-Hakim (IV/355), Abu Dawud (IV/4462), Ibnu Majah (II/2561), al-Daruquthni (III/124), al-Bayhaqi (VIII/232)
[33] ‘Atha bin Khalil Abu al-Rasytah, Taysîr al-Wushûl ilâ al-Ushûl, Beirut: Dâr al-Ummah, Cet. III, 1421 H, hlm. 20.
Sumber: irfanabunaveed.net
Read More

Rabu, 16 Maret 2016

Sistem Islam Atasi Pergaulan Bebas

Pergaulan bebas rupanya masih menjadi persoalan paling rumit khususnya bagi remaja.  Setidaknya mungkin itulah bentuk keprihatinan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada peringatan Hari Anak Nasional beberapa hari lalu.  Saking prihatiannya, menteri yang baru diangkat tersebut pun kembali melontarkan pernyataan nyeleneh, yaitu pacaran ‘sehat’.  Menurut beliau, dalam berpacaran harus saling menjaga, tidak melakukan hal-hal yang berisiko.  Masa remaja adalah masa yang tepat untuk membekali informasi, penguatan mental, dan iman dari keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar, sebelum mereka mulai aktif secara seksual (antaranews.com, 13/07/2012).  Sebelumnya beliau juga telah menyampaikan sebuah kebijakan kontroversi, yaitu kondomisasi yang ditentang keras oleh hampir seluruh komponen umat Islam.
Berkaitan dengan penanggulangan masalah pergaulan bebas ini, beberapa waktu lalu, LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam) juga mengusulkan solusi berupa dilakukannya program-program pencegahan dalam bentuk pendidikan, pencerahan dan pembinaan akhlak/budi pekerti. Menurut lembaga ini, cara terbaik pemberantasan HIV/AIDS adalah melalui penanaman nilai-nilai agama, keimanan dan ketaqwaan di kalangan masyarakat khususnya remaja. (kompas.com, 28/6/2012).
Yang menjadi persoalan, benarkah pacaran ‘sehat’ mampu menanggulangi pergaulan bebas remaja?  Di samping itu, ketika penanaman nilai-nilai agama di kalangan remaja digalakkan, sejauh mana efektifitasnya untuk mencegah mereka dari pergaulan bebas?  Dan bagaimana sebenarnya mengatur perilaku remaja agar terhindar dari penyakit sosial yang akan menyengsarakan kehidupan mereka dan masyarakat tersebut?  Tulisan berikut menggambarkan hal-hal yang seharusnya dilakukan umat Islam dalam menyelesaikan problem pergaulan bebas di kalangan remaja sehingga apa yang dikhawatirkan dari generasi masa kini dapat diatasi.
Kerusakan Akibat Gaul Bebas
Tidak bisa dipungkiri, tingginya angka penderita HIV/AIDS dan kehamilan tak dikehendaki di kalangan remaja sejatinya diakibatkan oleh maraknya pergaulan bebas.  Menurut Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), bila tahun-tahun sebelumnya penyebab utama HIV/AIDS adalah narkoba suntik, sekarang ini telah bergeser ke perilaku seks bebas dengan proporsi sekitar 55 persen.  Padahal, diketahui bahwa pelaku seks bebas sebagiannya adalah remaja (muda-mudi).  Survey yang pernah dilakukan menyebutkan separuh gadis di Jabodetabek tak perawan lagi.  Sedangkan di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen (BKKN. go. id , 2010).
Kondisi tersebut tentu sangat memprihatinkan.  Namun, haruslah dipahami bahwa bencana yang menimpa remaja di negeri ini bukanlah tanpa sebab manusia.  Sebab Allah SWT berfirman dalam Surat Ar Ruum yang artinya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (TQS. Ar Ruum [30]
Berdasarkan petunjuk ayat di atas, pergaulan bebas yang terjadi di kalangan remaja tentu akan menimbulkan kerusakan bagi masyarakat -karena melanggar aturan Allah SWT.  Dan kini, terbuktilah hal tersebut dari tingginya angka HIV/AIDS dan angka kematian ibu dan janin akibat aborsi dan penyakit menular tersebut.  Dengan demikian, nyatalah apa yang seharusnya menjadi fokus bagi penyelesaian persoalan ini, yaitu mencegah pergaulan (seks) bebas di kalangan muda-mudi.
Atas dasar itu pula maka tawaran solusi apapun yang tidak mengarah pada upaya mencegah pergaulan bebas pantas untuk ditolak.  Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah upaya mencegah pergaulan bebas secara mendasar dan komprehensif sehingga bisa berdampak secara luas dan langgeng.
Dalam sistem kehidupan sekuler liberal saat ini, kebebasan berperilaku begitu diagung-agungkan.  Negara pun kehilangan nyali mengatur warga negaranya karena momok demokrasi yang mengharuskan untuk mengakomodir semua kepentingan dan kelompok, termasuk kelompok para kapitalis dan liberalis.  Akibatnya, benar dan salah menjadi kabur, halal-haram tak dapat jelas dibedakan.  Sistem seperti ini pun telah menyeret ‘orang baik’ untuk berbuat maksiyat dan pelaku maksiyat semakin kuat.
Di sisi lain, tindakan gaul bebas sebenarnya tak bisa dilepaskan dari banyaknya rangsangan seksual.  Sebab, sebagai manifestasi dari naluri manusia, kecenderungan kepada lawan jenis pada umumnya muncul apabila ada rangsangan.  Sebaliknya, bila tidak ada rangsangan maka dorongan seksual kepada lawan jenis tidak muncul.  Banyaknya sarana yang merangsang munculnya naluri seksual memang tak bisa dilepaskan dari sistem sekuler liberal yang saat ini diterapkan.  Dengan paradigma ini, maka yang perlu dilakukan tentu bukan saja membentengi individu dengan pemahaman yang benar melalui penanaman nilai-nilai agama saja.  Namun, diperlukan pula upaya lain untuk mencegah munculnya rangsangan bagi kecenderungan kepada lawan jenis.
Mengatasi Gaul Bebas
Penanaman nilai-nilai Islam tentu menjadi syarat utama untuk menumbuhkan sikap imun (kebal) terhadap semua bentuk serangan kemaksiyatan.  Dengan pembinaan akidah dan hukum-hukum Islam, diharapkan para remaja mampu mengatur perilakunya sehingga tidak terjerus pada pergaulan bebas.
Meski demikian, dalam pembinaan kepada remaja khususnya, haruslah diwaspadai bentuk-bentuk promosi yang tidak mengacu pada pendekatan ideologi Islam.  Sebagaimana diketahui, pemerintah telah mencanangkan program pendidikan KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) yang konon juga berfungsi memberi pembinaan kepada remaja agar mampu melindungi organ reproduksinya dan bertanggung jawab atas perilaku seksualnya.  Namun, bagaimana hasilnya?  Banyak kalangan menyangsikan efektifitas program ini.  Itu karena pembinaan yang dilakukan masih berpijak pada ideologi sekuler -sang biang masalah masyarakat.  Akibatnya, banyak disalah gunakan.  Jadi, tidak sembarang pembinaan mampu mengarahkan perilaku remaja.  Hanya pembinaan yang berbasis akidah Islam saja yang diyakini memberi kontribusi positif bagi pembentukan kepribadian remaja.
Di sisi lain, ada pula persoalan penting lainnya dari sekedar pembinaan agama, yaitu tindakan meminimalisir semua bentuk rangsangan.  Sebab, betapa banyak muda mudi yang sebenarnya mengetahui bahaya bahkan dosa di hadapan Allah SWT akibat gaul bebas, namun ternyata mereka terjerumus juga.  Itu terjadi karena derasnya arus rangsangan di lingkungan sekitarnya sehingga mereka tidak kuasa menolak dan menahan gejolak jiwa yang mulai terpengaruh.  Oleh karena itu, persoalan mencegah munculnya rangsangan harus menjadi perhatian semua pihak.
Yang jamak terjadi, rangsangan seksual biasanya berupa tindakan pornografi dan pornoaksi yang bertebaran di masyarakat.  Di antara bentuk pornografi seperti tayangan televisi yang menyuguhkan pergaulan bebas muda mudi, bertaburnya sinetron yang kelihatannya Islami, namun berselubung propaganda pacaran, dan lain-lain.  Demikian pula dengan menjamurnya media bacaan porno baik cetak maupun melalui internet.  Sayangnya, kebijakan pemerintah untuk memblokir berbagai situs porno belum sepenuhnya berhasil mengendalikan  tayangan porno di media online bahkan cetak.
Sedangkan tindakan pornoaksi seperti panggung hiburan bertabur goyang erotis dan campur baur antara laki-laki dan perempuan tentu dapat merangsang naluri seksual.  Tak ketinggalan, sekolah yang menjadi benteng pembinaan remaja secara masal pun tak luput dari berbagai hal yang memunculkan rangsangan.  Tak banyak yang memasalahkan pornoaksi di sekolah, padahal tidak sedikit contohnya.  Diantaranya, budaya sekolah yang cenderung membiarkan tindakan pacaran – kalaupun ada sanksi hanya untuk yang sudah hamil (di luar nikah).  Demikian pula dengan budaya campur baur dan membiarkan siswi perempuan bertabarruj dan mengenakan pakaian tidak syar’i.
Secara umum, mencegah munculnya rangsangan seksual memerlukan upaya dari individu, kontrol masyarakat dan peran negara.  Tiap individu terutama remaja dan kaum muda harus memelihara diri dengan ketakwaan yang mendalam kepada Rabb-nya.  Tatkala seorang muslim telah memiliki sifat takwa, pasti ia akan takut terhadap azab Allah SWT, akan mendambakan surga-Nya, sekaligus sangat ingin meraih keridhaan-Nya. Ketakwaannya itu akan memalingkannya dari perbuatan yang mungkar dan menghalanginya dari kemaksiatan kepada Allah SWT.  Hal itu karena ia akan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT (QS. Al-Hujurat [49]: 18).
Dengan landasan takwa ini mereka juga akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap syariat Islam sehingga mampu menolak rusaknya tata pergaulan di masyarakat.  Ia akan takut melakukan maksiyat terlebih zina yang merupakan dosa besar (QS. Al Isra [17] : 32).  Dengan kesadaran ini sesungguhnya secara tidak langsung ia telah mengurangi media rangsangan itu sendiri.
Orang tua (keluarga) juga mampu berperan penting menumbuhkan kesadaran individu remaja.  Mereka mampu memberikan bimbingan agama, perhatian dan kasih sayang yang cukup, teladan yang menggugah, dan kontrol yang efektif.
Dorongan dari individu akan lebih efektif lagi bila terwujud dalam bentuk kesadaran untuk beramar makruf nahi munkar terhadap segala bentuk kemunkaran yang ada.  Mereka bukan saja membentengi diri bahkan juga pro aktif melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitarnya.
Kontrol masyarakat sangat diperlukan disamping untuk menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu juga mencegah menjamurnya berbagai rangsangan di lingkungan masyarakat.  Jika masyarakat mampu beramar makruf nahi munkar, tidak memberikan fasilitas dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemunkaran, pornoaksi dan pornografi, niscaya rangsangan dapat diminimalisir.
Sebuah ironi terjadi di masyarakat; ditengah rusaknya pergaulan muda mudi, justru sebagian masyarakat menghendaki dan menikmati tayangan porno baik di media televisi maupun panggung-panggung hiburan.  Bagaimana mungkin individu yang telah berupaya membentengi diri di rumah dan sekolah dengan penguatan akidah dan pemahaman hukum syariat tidak terpengaruh, sementara peluang untuk melanggar itu semua ada di hadapan mereka?  Demikian pula dengan kebiasaan menikahkan pasangan yang telah hamil sembari tidak memberikan sanksi moral, tentu telah menambah terangnya lampu hijau bagi pergaulan bebas.
Peran negara lebih signifikan lagi dalam membentuk sistem dan tata aturan dalam masyarakat untuk mengendalikan rangsangan ini.  Masalahnya, hingga saat ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini malu-malu (kalu bukan ragu) untuk menerapkan hukum Islam secara sempurna.  Penguasa khawatir dianggap ekstrim dan memihak kelompok Islam jika menerapkan ketentuan wajib menutup aurat, melarang khalwat dengan memberikan sanksi tertentu, melarang panggung-panggung hiburan dengan alasan melanggar syariat.  Padahal, keengganan inilah yang berakibat pada merebaknya rangsangan seksual di tengah masyarakat.
Negara seharusnya bertanggung jawab menerapkan sistem yang mempu menangkal semua bentuk serangan yang bisa memunculkan rangsangan seksual.  Dalam Islam negara berkewajiban mengawal penerapkan hukum-hukum pergaulan yang disyariatkan Allah SWT.  Hukum-hukum tersebut diantaranya :
  • Perintah baik kepada laki-laki maupun perempuan agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya (QS an-Nûr [24]: 30-31). Jika timbul rasa ketertarikan pada lawan jenis sementara yang bersangkutan belum mampu untuk melakukan pernikahan maka dianjurkan untuk menahannya dengan puasa. Sementara bagi yang telah mampu untuk menikah sangat dianjurkan untuk menikah.
  • Perintah agar memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan serta mencegah ikhtilat(campur baur).
  • Islam mendorong untuk segera menikah. Dengan demikian, pembatasan hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam perkawinan yang dimulai pada usia yang relatif muda saat gharizah an-nau’ (naluri melestarikan jenis) mulai bergejolak. Adapun bagi yang belum mampu menikah, maka agar mereka memiliki sifat ‘iffah(senantiasa menjaga kehormatan) dan mampu mengendalikan diri (nafsu).
  • Perintah untuk mengenakan pakaian yang bisa menjaga kehormatan bagi laki-laki dan perempuan ketika mereka berada di kehidupan umum. Perempuan diwajibkan meggunakan jilbab (baju kurung terusan dari atas hingga menutup kakinya) dan kerudung. Laki-laki pun harus menutup aurat sebagaimana batasan yang telah ditetapkan syariah.
  • Islam juga telah menetapkan kehidupan khusus (rumah dan semisalnya) hanya terbatas bagi perempuan dan para mahramnya saja. Dengan demikian, Islam telah meminimalisisr berbagai tindak asusila di tempat-tempat pribadi yang kini banyak dilakukan muda-mudi.
  • Larangan khalwat (berdua-duaan), zina dan memberikan sanksi sesuai hukum syariah.
  • Larangan bagi kaum perempuan untuk ber-tabarruj (QS an-Nûr [24]: 60)
  • Larangan bagi seorang perempuan untuk bepergian jauh kecuali dengan mahrom. “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
  • Larangan bagi laki-laki dan perempuan untuk saling berpegangan tangan atau berciuman karena bisa membangkitkan naluri seksual dan mendekati zina (QS. Al Isra [17] : 32)
  • Islam membatasi interaksi antar lawan jenis sebatas hubungan yang sifatnya umum, seperti muamalat atau tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, bukan aktivitas saling mengunjungi antara laki-laki dan perempuan atau aktivitas lain yang bisa memunculkan rangsangan seksual (seperti curhat antar lawan jenis).
  • Islam juga telah memerintahkan kepada kaum kaum laki-laki dan perempuan agar menjauhi tempat-tempat syubhat (meragukan) dan agar bersikap hati-hati sehingga tidak tergelincir ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah.
  • Islam memerintahkan negara untuk memberi sanksi kepada semua pelaku yang terbukti merusak tatanan pergaulan baik dengan tindakan maupun dengan memunculkan berbagai media dan sarana kepornoan.

Dari paparan di atas, nampaklah bahwa Islam tidak mentolelir bentuk hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan (yang biasa disebut pacaran), meskipun dilakukan secara ‘sehat’ (tidak berorientasi pada hubungan seksual).  Sebab, hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan hanya terjadi dalam pernikahan.  Adapun pada masa pra nikah, maka laki-laki dan perempuan diwajibkan tetap terikat dengan hukum syariat.  Mereka tetap tidak boleh berpacaran (berduaan, berpegangan tangan, dsb).
Dengan demikian, solusi bagi pencegahan pergaulan bebas adalah dengan menerapkan hukum-hukum pergaulan Islam dan menjaganya dengan penerapan sistem Islam oleh Khalifah (kepala negara).  Tentu saja, bukan dengan pacaran ‘sehat’ apalagi kondomisasi!
Keterlibatan individu, masyarakat dan negara mutlak diperlukan dalam penerapan syariah Islam tersebut.  Semua itu bukan saja dapat mencegah dari munculnya rangsangan seksual namum juga menyelesaikan bentuk rangsangan -apabila muncul- dengan solusi yang shahih.  Demikianlah penjagaan Islam terhadap remaja dari pergaulan bebas.
Solusi konservatif (baik melalui pacaran sehat maupun kondomisasi) tentu tak perlu terjadi.  Negara bukan saja akan menghemat angaran yang dikeluarkan hanya untuk pengadaan kondom.  Namun lebih dari itu, keluhuran masyarakat akan terwujud  melalui generasi yang dilahirkannya; terbebas dari penyakit menular seksual dan berkurangnya angka kematian ibu dan janin.  Demikian juga akan terlahir generasi yang memiliki masa depan yang berorientasi membangun peradaban karena mereka tidak lagi disibukkan oleh pacaran atau interaksi dengan lawan jenis yang diharamkan syariah.
Kini, saatnya kita kembalikan remaja dan sistem kehidupan di negeri ini kepada syariah Islam secara kaffah.  Tentu saja, semua itu tak bisa terwujud melainkan bila khilafah Islam telah nyata kembali kita hadirkan.  Semoga Allah SWT memudahkan langkah-langkah kita.  Aamiin ya Robbal ‘alamiin. [] Noor afeefa
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2012/07/20/sistem-islam-atasi-pergaulan-bebas
Read More

Selasa, 15 Maret 2016

Ust. Iwan Januar: Jangan Jadi Remaja ‘CuPu’ (Culun Punya)

Keluarga bagi remaja itu ibarat lagi haus tengah hari bolong ada yang ngasih air mineral gelas yang dingin, nyess! Remaja tanpa keluarga bakal kehilangan banyak episode istimewa dalam kehidupannya. Lantaran keluarga menjadi tempat remaja tumbuh dan berkembang. Nah, edisi kali ini redaksi nodong Ust. Iwan Januar, pemerhati masalah keluarga untuk berbagi seputar remaja dan keluarga. Simak yuk!
Bagaimana Ustadz melihat kondisi remaja sekarang? Sisi negatif dan positifnya?
Alhamdulillah, sebagian remaja muslim di Indonesia sudah melihat Islam sebagai identitas. Mereka bangga jadi rohis, berhijab, ikut kajian-kajian keislaman, dsb. Sebagian lagi punya prestasi yang membanggakan di level nasional bahkan internasional. Juara olimpiade sains beberapa kali, punya penemuan keren seperti kulkas tanpa listrik. Ada perkembangan yang menggembirakan.
Kalau bicara negatifnya pasti ada saja. Repotnya jumlah mereka yang nakal atau malah berbuat kriminal itu masih jauh lebih besar. Selain itu kualitas kejahatannya juga semakin memprihatinkan. Pakai narkoba, ikut kelompok kejahatan seperti gang motor, membunuh, memperkosa, dll.
Seringkali media massa memberitakan kenakalan remaja, komentar Ustadz?
Untuk membangun awareness pemberitaan itu perlu, biar orang tua, masyarakat dan pemerintah sadar bahwa pembangunan itu hampir-hampir tak berpihak pada remaja kecuali sektor formal seperti sekolah. Tapi pemberitaan harus ada kode etik dan memperhatikan faktor psikologi. Misalnya jangan memberitakan kriminalitas remaja secara vulgar karena malah nanti bisa menjadi stimulan buat remaja lain. Jadi copy cat, ditiru.
Faktor apa yang paling berpengaruh terhadap perilaku negatif remaja menurut Ustadz? Teman? Media? Sekolah?
Yang mempengaruhi karakter remaja itu kompleks dan saling melengkapi. Orang tua jelas berperan karena dari sanalah pendidikan bermula. Orang tua yang baik akan menanamkan visi dan misi hidup yang benar, mencari ridlo Allah, dst. Ini introspeksi untuk orang tua, sudah belum seperti itu.
Berikutnya lingkungan pergaulan dan lingkungan mereka tinggal seperti lingkungan rumah, sekolah, tempat bermain, termasuk media massa. Ini berpengaruh banget. Apalagi kalau di rumah orang tua tak membangun karakter Islami yang kuat maka remaja akan mudah terpengaruh.
Bagaimana dengan keluarga, seperti apa peran penting keluarga bagi remaja?
Ust. Iwan Januar (Penulis Buku Seputar Keluarga) “…Jangan Jadi Remaja ‘CuPu’ (Culun Punya) ..!” - MAJALAHDRISE.COMKeluarga itu pembentuk karakter anak yang paling utama dan pertama. Harusnya dari rumah remaja sudah tahu tujuan hidup, visi hidup dan pedoman hidup itu apa; yakni Islam. Di rumah remaja harusnya bisa mendapatkan gemblengan kedisplinan, kasih sayang dan kemandirian dari kedua orang tua. Nggak salah kalau Nabi saw. Bilang orang tualah yang bisa membuat anak menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Kita sering mendengar remaja broken home. Menurut Ustadz, seperti apa remaja broken home? Penyebabnya?
Broken home itu remaja yang gagal mendapatkan perhatian, pendidikan dan kasih sayang di rumah. Ini bisa menimpa remaja mana saja, bukan Cuma remaja yang orang tuanya bercerai, tapi remaja yang kedua atau salah satu orang tuanya tidak memberikan tiga faktor itu pada anak-anaknya. Nah, ini penyebab remaja mengalami broken home, efeknya emosinya menjadi labil. Suka cari perhatian, emosional, antisosial, dsb.
Remaja broken home sering dikaitkan dengan perilaku remaja yang negatif. Menurut ustadz?
Ya, kalau tak ada yang melindungi dan membangun karakternya bisa begitu. Tapi kalau ada yang bisa menstabilkan kepribadiannya misalnya ibu atau ayahnya, atau kerabatnya, ia bisa survive dan stabil. Tapi kalau tak ada yang membantunya maka emosinya akan labil. Karena remaja itu manusia, dan manusia itu butuh perhatian, pendidikan dan kasih sayang dari orang terdekatnya, kalau tak ada maka ia mengalami guncangan.
Bagaimana membangun keluarga yang berpengaruh positif terhadap perilaku remaja? Peran Ibu dan Bapak?
Untuk membangun keluarga yang baik butuh sinergi suami dan istri. Sinergi itu baru dapat kalau chemistry-nya kena. Chemistry itu akan datang kalau keduanya punya standar hidup yang sama dan benar. Jadi kalau ingin membangun keluarga yang baik, carilah pasangan yang punya standar hidup yang sama dan benar. Kalau beda, berat untuk menjalankan roda keluarga.
Seringkali kita lihat hubungan yang kurang harmonis antara orangtua dan anak. Kenapa ya Ustadz? Gimana solusinya?
Bisa dua hal; pertama, orang tua tidak memiliki pengetahuan cukup untuk membimbing anak. Karenanya menjadi orang tua perlu ilmu, perlua manual guide, perlu belajar. Jadi orang tua itu tidak alami. Ketika itu tidak dimiliki orang tua akan serampangan mendidik anak, paling pol yang mereka perhatikan prestasi akademik, gizinya dan ibadahnya, tapi nggak dengan pemahaman hidup.
Kedua, orang tua gak mampu berkomunikasi secara baik dengan anak. Ada orang tua niatnya baik tapi caranya otoriter, suka mencela, gampang marah, dsb. Kalau seperti ini, biarpun orang tuanya hafal al-Quran tapi akan kesulitan mendidik anak-anaknya.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketidakharmonisan keluarga yang berpengaruh terhadap kenakalan remaja?
Harus ada perubahan nilai-nilai sosial secara massif. Buang hedonisme atau sikap mendewa-dewakan materi. Sekarang ini kan semua diukur dengan materi dan fisik. Berikutnya adalah campakkan sekulerisme, jangan dijadikan sebagai falsafah kehidupan. Pancasila itu kan Cuma dijadikan tameng oleh kaum sekuler. Mereka mengaku cinta Pancasila tapi sebenarnya yang mereka bela itu sekulerisme. Dengan dalih itu kaum sekuler lalu menghantam agama Islam. Nah, sekulerisme ini wajib untuk dibuang.
Terakhir, apa pesan Ustdz untuk teman-teman remaja pembaca Drise?
Jangan jadi remaja cupu — culun punya –. Muslim tapi kagak ngarti agamanya sendiri. Gak ngerti tujuan hidup. Itu kan cupu banget. Miliki tujuan penting dalam hidup dan bangga jadi muslim. Selanjutnya pahami dan terapkan Islam dalam kehidupan.
Beliau adalah penulis aktif ini  Karya Tulis beliau
Penerbit Gema Insani Press
  1. Jangan Jadi Bebek (sebagai editor)
  2. Jangan Jadi Seleb
  3. Jangan Nodai Cinta
  4. Surga Juga Buat Remaja, Lho!
  5. Be Positive Be Happy
  6. Game Mania
  7. Sex Before Married 1 & 2
  8. Bukan Pernikahan Cinderellah
  9. Surga Itu Dekat
  10. Remaja Smart Finansial

Penerbit Al Azhar Press
  1. Ternyata Bersuami Itu Menyenangkan
  2. Ternyata Beristri Itu Menyenangkan
  3. Pernikahan Ideologis; Barakah & Perlu
  4. Ketika Cinta Tak Berbalas
  5. High Quality Jomblo
  6. Ketika Uang Jadi Masalah
  7. Etika Seks Islam
  8. Jendela Rumah Rasulullah
  9. Ketika Uang Jadi Masalah
  10. Double Income; Berkah atau Musibah?
  11. Mendengarkan Itu Indah
  12. Penghalang-Penghalang Doa
  13. Antara Kerja dan Dakwah
  14. Menjadi Pembina Ideal
  15. Berbakti Pada Orang Tua
Penerbit Fikri Publishing
Mulder & Scully
Penerbit Arkan Leema Bandung
Asmaul Husna for Teens
Penerbit MIZAN
  1. Cowok, Be Gentle
Penerbit Lain
Quantum Doa
Penerbit SALAMADANI
  1. Ledakan Potensi Manusia
di muat di Majalah Remaja Islam Drise Edisi #42
Read More